
Pantau - Kesatuan Pelajar-Pemuda dan Mahasiswa Pesisir Indonesia (KPPMPI) mendorong pemerintah untuk meningkatkan akses serta kualitas pendidikan bagi anak-anak pesisir guna mencetak tenaga perikanan terampil yang dapat menunjang modernisasi dan kedaulatan sektor kelautan nasional.
Pendidikan Rendah Dinilai Hambat Modernisasi Kapal
Ketua Umum KPPMPI, Hendra Wiguna, dalam keterangan pers di Jakarta pada Selasa, menyebut sekitar 80 persen nelayan kecil di Indonesia hanya menempuh pendidikan di bawah tingkat sekolah menengah pertama (SMP).
Kondisi rendahnya pendidikan ini, menurut Hendra, berpotensi menghambat program modernisasi kapal nelayan yang ditargetkan pemerintah untuk periode 2026–2027.
Ia menyampaikan, “Kami menyayangkan pengurangan kuota peserta didik baru di pendidikan tinggi vokasi Kementerian Kelautan dan Perikanan. Justru dengan adanya target modernisasi kapal, kuota tersebut seharusnya ditingkatkan,” ungkapnya.
Hendra menekankan pentingnya pemerataan lembaga pendidikan vokasi seperti Politeknik Ahli Usaha Perikanan (AUP) dan Sekolah Usaha Perikanan Menengah (SUPM) agar dapat mencetak tenaga kerja perikanan yang terampil serta siap mengoperasikan kapal modern di zona ekonomi eksklusif (ZEE) Indonesia.
Tantangan Ketimpangan Armada dan Kekurangan Awak Kapal
Dalam kesempatan itu, Hendra juga menyoroti konflik antar nelayan akibat ketimpangan armada, minimnya pengawasan, serta masih ditemukannya penggunaan alat tangkap tidak ramah lingkungan seperti trawl di daerah Gresik dan Labuhanbatu Utara.
“Modernisasi kapal harus diiringi dengan peningkatan kualitas sumber daya manusia. Bonus demografi pemuda Indonesia adalah peluang besar yang harus dimanfaatkan melalui pendidikan,” katanya.
Ia mengingatkan pentingnya pengaturan zonasi dan pengawasan operasi kapal agar nelayan Indonesia mampu menjangkau perairan internasional.
Berdasarkan data Direktorat Perlindungan WNI Kementerian Luar Negeri, sekitar 250.000 pekerja migran perikanan Indonesia bekerja di kapal asing pada periode 2013–2015, dan jumlah tersebut diperkirakan terus meningkat.
Fenomena ini, menurut Hendra, menyebabkan kekurangan awak kapal nasional di berbagai daerah seperti Pemalang.
“Banyak kapal perikanan nasional kesulitan mendapatkan awak kapal. Pendapatan yang lebih besar menjadi salah satu daya pikat para pemuda bekerja di kapal asing di luar negeri,” ia menuturkan.
Hendra menegaskan bahwa modernisasi industri perikanan harus tetap berpijak pada prinsip keberlanjutan.
“Tanpa menjaga sumber daya laut dan hak tenaga kerja, modernisasi tidak akan berarti apa-apa,” tegasnya menutup pernyataan.
- Penulis :
- Ahmad Yusuf










