
Pantau - Anggota DPR dari Daerah Pemilihan Papua, Yan Permenas Mandenas, menilai bahwa tindakan pemusnahan barang bukti berupa mahkota Cenderawasih dengan cara dibakar merupakan pelanggaran terhadap peraturan yang berlaku, khususnya dalam penanganan barang bukti satwa dilindungi.
Mahkota Cenderawasih Bukan Barang Berbahaya, Tak Layak Dimusnahkan
Menurut Mandenas, tindakan membakar mahkota Cenderawasih bertentangan dengan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 26 Tahun 2017, khususnya Pasal 33 ayat 1 huruf (b).
"Di situ tertulis satwa mati atau diawetkan (offset) dapat dititipkan di lembaga konservasi atau museum zoology," jelasnya.
Ia menyatakan bahwa ketentuan pemusnahan barang bukti sebenarnya diatur dalam Pasal 7 huruf (k) dan Pasal 41 ayat 1 huruf (a), yang merujuk pada barang bukti seperti limbah B3, hasil hutan rusak, atau bagian tumbuhan dan satwa yang mengandung bibit penyakit.
“Mahkota Cenderawasih tidak bisa dijustifikasi sebagai barang berbahaya atau mengandung bibit penyakit untuk kemudian dimusnahkan sebagaimana tercantum dalam Pasal 41. Sebaliknya, mahkota Cenderawasih merupakan satwa mati atau diawetkan yang diatur dalam Pasal 33 ayat 1 huruf (b),” ujarnya.
Mandenas menegaskan bahwa barang bukti berupa mahkota Cenderawasih seharusnya ditempatkan di lembaga konservasi atau museum, bukan dimusnahkan.
Ia juga meminta Menteri Kehutanan bertindak tegas terhadap Kepala Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Papua, dan melakukan evaluasi menyeluruh terhadap penanganan kasus ini.
“Ini akan saya sampaikan kepada menteri dan juga Komisi IV DPR RI,” tegasnya.
Kementerian Kehutanan Minta Maaf, Tegaskan Tak Ada Niat Menyinggung Nilai Budaya Papua
Menanggapi polemik ini, Kementerian Kehutanan telah menyampaikan permintaan maaf kepada masyarakat Papua, khususnya kepada tokoh adat dan Majelis Rakyat Papua (MRP), atas pemusnahan barang bukti berupa ofset dan mahkota Cenderawasih pada 20 Oktober 2025 di Jayapura.
"Kami menyampaikan permohonan maaf atas timbulnya kekecewaan dan rasa terluka yang dirasakan oleh masyarakat Papua. Kami memahami bahwa mahkota Cenderawasih bukan sekadar benda, melainkan simbol kehormatan dan identitas kultural masyarakat Papua," ujar Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE), Satyawan Pudyatmoko, dalam pernyataan resminya di Jakarta, Kamis (23/10).
Ia menjelaskan bahwa pemusnahan dilakukan dalam konteks penegakan hukum terhadap perdagangan ilegal satwa liar yang dilindungi dan bagian-bagiannya.
Penegakan hukum tersebut mengacu pada Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990, yang telah diperbarui menjadi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2024 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.
Meski begitu, Kementerian mengakui bahwa sebagian barang bukti, termasuk mahkota Cenderawasih, memiliki nilai budaya yang tinggi dan tidak seharusnya diperlakukan secara umum seperti barang bukti lainnya.
Kementerian menegaskan bahwa tidak ada niat untuk menyinggung atau mengabaikan nilai-nilai budaya Papua, dan kejadian ini murni bagian dari proses hukum.
- Penulis :
- Ahmad Yusuf









