billboard mobile
Pantau Flash
HOME  ⁄  Nasional

Pemerintah Siapkan Aturan Eksekusi Mati, 500 Narapidana Menanti Kepastian

Oleh Arian Mesa
SHARE   :

Pemerintah Siapkan Aturan Eksekusi Mati, 500 Narapidana Menanti Kepastian
Foto: Tangkapan layar - Direktur Jenderal Peraturan Perundang-undangan Kemenkum Dhahana Putra dalam Webinar Uji Publik Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Tata Cara Pelaksanaan Pidana Mati di Jakarta, Jumat 31/10/2025 (sumber: YouTube/djppkemenkum)

Pantau - Sekitar 500 narapidana di Indonesia masih menunggu pelaksanaan hukuman mati karena belum adanya aturan hukum yang mengatur waktu eksekusi secara pasti.

RUU Tata Cara Pelaksanaan Pidana Mati Segera Diserahkan ke DPR

Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) mengungkapkan bahwa keterlambatan pelaksanaan eksekusi disebabkan belum adanya ketentuan hukum yang mengatur batas waktu eksekusi pidana mati.

Direktur Jenderal Peraturan Perundang-Undangan Kemenkumham, Dhahana Putra, menyatakan, "Bisa dibayangkan orang terpidana mati yang tidak ada waktu kapan (eksekusinya) ya, ini penantian yang luar biasa dan menjadi suatu masalah besar," ungkapnya.

Pemerintah kini tengah memproses Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Tata Cara Pelaksanaan Pidana Mati yang akan segera diajukan Presiden Prabowo Subianto kepada Ketua DPR RI, Puan Maharani.

Dalam RUU tersebut diatur bahwa eksekusi pidana mati harus dilakukan paling lambat 30 hari sejak penetapan pelaksanaan putusan oleh pengadilan.

Eksekusi Dilakukan Tertutup, Presiden Punya Hak Pertimbangan

RUU juga mengatur bahwa eksekusi akan dilakukan di tempat tertutup dan terbatas, dengan prioritas di wilayah di mana narapidana menjalani pembinaan.

Saat waktu eksekusi ditetapkan, pemberitahuan wajib diberikan kepada pihak-pihak terkait seperti terpidana mati dan keluarganya, Presiden, advokat, Mahkamah Agung, serta kementerian dan lembaga terkait lainnya seperti Kementerian Hukum, Luar Negeri, Imigrasi, Pemasyarakatan, Kepolisian, dan Komnas HAM.

Pemberitahuan eksekusi dilengkapi dengan informasi hasil pemeriksaan terhadap terpidana mati, status permohonan grasi, serta riwayat upaya hukum lainnya.

Presiden memiliki wewenang memberikan pertimbangan terhadap pelaksanaan pidana mati.

Pertimbangan tersebut wajib ditindaklanjuti sesuai ketentuan hukum.

RUU juga menyatakan bahwa, "Apabila dalam 90 hari sejak keputusan pelaksanaan pidana mati diterima oleh presiden telah lewat dan presiden tidak menetapkan keputusan perubahan pidana mati menjadi pidana penjara seumur hidup, usulan perubahan pidana mati dianggap dikabulkan secara hukum."

Hukuman Mati Menjadi Pilihan Terakhir dalam KUHP Baru

Dhahana menegaskan bahwa tujuan dari RUU ini adalah memberikan kepastian hukum dan perlindungan terhadap hak asasi dalam pelaksanaan pidana mati.

Ia juga menambahkan bahwa dengan berlakunya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) baru pada 2 Januari 2026, pidana mati akan menjadi hukuman alternatif, bukan lagi hukuman pokok.

"Pidana mati itu kita terapkan asas ultimum remedium. Bahkan ada kecenderungan tidak dilaksanakan," ia mengungkapkan.

Dalam KUHP Nasional, pidana mati akan setara dengan hukuman penjara seumur hidup atau 20 tahun, sebagai bentuk reformasi sistem hukum pidana di Indonesia.

Penulis :
Arian Mesa