
Pantau - Anggota Komisi IX DPR RI Edy Wuryanto menyoroti lonjakan angka stunting di Maluku yang naik dari 26 persen menjadi 28 persen pada 2022–2023.
Ia menegaskan pentingnya langkah konkret pemerintah daerah untuk menekan angka tersebut karena berdampak langsung pada kualitas sumber daya manusia.
Edy menilai peningkatan kasus ini menjadi peringatan serius. Ia mengatakan, jika tidak ada intervensi nyata, angka stunting di Maluku berpotensi meningkat pada 2024.
“Ini soal penting, karena ini soal generasi emas, dan itu pasti berhubungan dengan ibu hamil, ibu menyusui, balita. Kalau kondisi sumber daya manusia (SDM) Maluku sudah stunting, dia akan sulit untuk memiliki daya saing. Karena itu Pak Gubernur perlu memiliki kerja keras untuk stunting ini,” ujar Edy kepada Parlementaria usai rapat kerja Komisi IX bersama Gubernur Maluku Hendrik Lewerissa di Ambon, Jumat (30/10/2025).
Edy menilai program Makanan Bergizi Siap Saji (MBG) bisa menjadi cara efektif menekan stunting, terutama di wilayah kepulauan dan daerah 3T.
Ia meminta Badan Gizi Nasional (BGN) segera memetakan kebutuhan gizi daerah dan mempercepat pembentukan Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) agar manfaat program MBG menjangkau masyarakat terpencil.
“Kalau ingin stunting turun ya berarti suplai nutrisinya melalui SPGG. Dan ibu hamil kalau stuntingnya tinggi, penerima manfaat MBG di Maluku harus ditingkatkan. Jangan hanya fokus pada anak sekolah. Juga yang lebih penting adalah ibu hamil, ibu menyusui, dan balita,” kata politisi Fraksi PDI Perjuangan itu.
Edy menegaskan, penerapan program gizi harus menyesuaikan kondisi wilayah. Ia menilai model pembangunan SPGG yang seragam di seluruh daerah tidak cocok diterapkan di kawasan kepulauan seperti Maluku.
“Kalau kepulauan, daerah yang sulit menggunakan pola model modular pembangunan SPGG reguler seperti ini, nggak akan tercapai itu, daerah 3T. Maka, 3T kan daerah miskin kan? Dialah yang harusnya mendapat prioritas MBG,” tegasnya.
Ia meminta BGN mengembangkan model layanan SPPG berbasis sekolah dan keluarga agar penerima manfaat di wilayah kepulauan dapat memperoleh dukungan langsung dari APBN.
“Saya tetap meminta BGN harus terus mengembangkan inovasinya, modelnya, jangan memaksakan kalau model itu sulit diterapkan. Yang penting, penerima manfaat daerah kepulauan ngomong-ngomongnya langsung pakai APBN,” ujarnya.
Edy juga menyoroti keterbatasan anggaran daerah dalam menangani masalah gizi dan stunting. Ia mendorong adanya sinergi antara pemerintah daerah dan pusat agar optimalisasi anggaran lebih efektif.
“Kami Komisi IX akan membantu komunikasi antara pemerintah daerah Maluku dengan Kemenkes atau kementerian yang lain, lembaga yang lain. Konsekuensi logis dari kunjungan kami ke Maluku,” tutupnya.
- Penulis :
- Khalied Malvino
- Editor :
- Tria Dianti








