Pantau Flash
HOME  ⁄  Nasional

Menkum Dorong Kodifikasi Lagu Nasional, Soroti Transparansi LMK dan Tantangan Pembajakan Digital

Oleh Leon Weldrick
SHARE   :

Menkum Dorong Kodifikasi Lagu Nasional, Soroti Transparansi LMK dan Tantangan Pembajakan Digital
Foto: Menkum Supratman Andi Agtas (keempat dari kanan) saat menerima kunjungan pengurus ASIRI dalam pertemuan di Jakarta, Selasa 4/11/2025 (sumber: Kementerian Hukum RI)

Pantau - Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Supratman Andi Agtas mengimbau industri rekaman yang tergabung dalam Asosiasi Industri Rekaman Indonesia (ASIRI) untuk segera mendaftarkan kodifikasi lagu karya musisi Indonesia ke Pusat Data Lagu dan/atau Musik (PDLM) guna memastikan perlindungan hak cipta secara menyeluruh.

Pemerintah Benahi Ekosistem Musik dari Hulu ke Hilir

Supratman menegaskan bahwa pemerintah tengah melakukan pembenahan terhadap ekosistem musik nasional, termasuk sistem pengumpulan dan distribusi royalti yang harus berjalan dengan baik dari tingkat akar rumput.

"Data lagu yang terkait dengan pencipta dan performernya yang telah dikodifikasi harus dilaporkan kepada Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (Ditjen KI) untuk masuk dalam bank data PDLM sehingga karya cipta ini dapat dilindungi oleh negara," ungkapnya.

Ia menambahkan bahwa apabila musisi memilih mendaftarkan lagu dan musik mereka ke luar negeri, maka karya tersebut tidak bisa lagi didaftarkan ke label dalam negeri maupun Ditjen KI, karena perlindungan hak cipta hanya diakui pada satu sistem kodifikasi.

Menurutnya, pencatatan ekosistem musik harus dimulai dari bawah, dengan pengelolaan Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) dan Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) yang dilakukan secara profesional.

Data anggota LMK, baik pencipta maupun pemegang hak terkait, wajib diserahkan ke LMKN sebagai bagian dari sistem tata kelola yang transparan.

Namun, Supratman menyayangkan masih adanya sikap tertutup dari pihak LMK.

"Ada apa ya kok ini berat sekali dilakukan, padahal data ini penting sekali," ia mengungkapkan dalam nada heran.

Ia menyoroti bahwa industri rekaman telah memiliki sekitar 100 ribu lagu yang telah dikodifikasi, dan data tersebut seharusnya sudah menjadi milik LMK karena para pencipta lagu telah memberikan kuasa untuk penarikan royalti.

Menkumham menekankan pentingnya transparansi dari pihak LMK, termasuk dalam hal penyerahan data anggota serta nilai royalti yang diterima.

Ia juga meminta agar industri rekaman memberikan nilai royalti yang adil terhadap para pencipta lagu dari kerja sama dengan platform musik digital.

Pemerintah, kata Supratman, tidak akan melampaui batas kewenangannya dalam pengaturan ekosistem musik, termasuk soal perjanjian internasional yang telah disepakati Indonesia.

Tantangan Industri Rekaman di Era Digital

Menjelang sidang Organisasi Kekayaan Intelektual Dunia (WIPO) pada Desember 2025, Supratman mendorong industri rekaman untuk memberikan masukan dan dukungan atas proposal Indonesia terkait keadilan tarif platform digital.

Potensi pasar Indonesia yang besar, menurutnya, menjadi kekuatan penting dalam perjuangan kesetaraan tarif.

"Tarif yang berlaku di Indonesia harusnya tidak lebih rendah dari negara-negara di Asia. Jika itu berhasil maka dampaknya akan dirasakan oleh pencipta lagu dan industrinya," ujarnya.

Ketua ASIRI, Gumilang Ramdhan, mengungkapkan bahwa saat ini telah ada 100 ribu lagu Indonesia yang dikodifikasi oleh sekitar 80 perusahaan industri rekaman yang tergabung dalam ASIRI.

Lagu-lagu tersebut telah digunakan untuk kepentingan komersial di berbagai platform musik digital resmi seperti YouTube, Spotify, dan Apple Music.

ASIRI, yang berdiri sejak tahun 1978, telah melalui berbagai fase dalam industri musik, mulai dari piringan hitam, kaset, CD, hingga era digital saat ini.

Namun, dari 80 anggota ASIRI, hanya 40 perusahaan yang masih aktif dengan tingkat produktivitas karya yang terus menurun.

Gumilang menjelaskan bahwa pada masa kejayaan kaset, satu proses rekaman bisa menghasilkan hingga 10 lagu baru, sementara saat ini proses produksi dilakukan satu per satu karena perubahan pola konsumsi di era streaming.

"Tantangan lain dari industri rekaman atau label adalah pembajakan dan dipasarkan melalui platform yang ilegal," ungkapnya.

Ia menambahkan bahwa meskipun platform musik digital resmi cukup membantu, konten musik Indonesia masih banyak dibajak dan disebarluaskan melalui platform ilegal, salah satunya yang berbasis di Vietnam.

Melalui Kementerian Hukum dan HAM, industri rekaman berharap adanya perlindungan terhadap konten musik Indonesia dari platform asing yang menampilkan karya tanpa izin atau tanpa kerja sama dengan label resmi.

Penulis :
Leon Weldrick