
Pantau - Badan Legislasi (Baleg) DPR RI menggelar Rapat Pleno Pengusul pada Rabu, 5 November 2025, di Ruang Rapat Baleg, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, dengan agenda membahas Pengharmonisasian, Pembulatan, dan Pemantapan Konsepsi Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pengelolaan Keuangan Haji (PKH).
Revisi Didorong Demi Transparansi dan Akuntabilitas
Anggota Baleg DPR RI, Habib Syarief Muhammad, menyampaikan pandangan kritisnya mengenai pentingnya revisi UU Pengelolaan Keuangan Haji.
Ia menilai pengelolaan dana haji selama ini masih belum transparan dan belum memiliki sistem akuntabilitas yang memadai.
"Revisi undang-undang ini adalah langkah maju, karena sampai hari ini pengelolaan haji masih belum jelas dan tidak transparan. Uang yang mengendap cukup lama jumlahnya besar, tapi informasinya simpang siur," ungkapnya.
Habib Syarief juga menyoroti keterbatasan akses informasi publik dan lemahnya mekanisme pengawasan terhadap dana haji yang jumlahnya sangat besar dan mengendap dalam jangka waktu lama.
Ia menyarankan agar dana tersebut dapat dimanfaatkan untuk program-program yang memberi dampak langsung kepada jamaah.
"Kalau dana itu bisa digunakan terlebih dahulu untuk program yang berkaitan langsung dengan haji, seperti pembangunan Kampung Haji, itu sesuatu yang positif," tambahnya.
Dana Haji Adalah Amanah Umat, Bukan Dana Publik Biasa
Habib Syarief menegaskan bahwa dana haji tidak bisa disamakan dengan dana publik lainnya karena menyangkut dimensi spiritual dan tanggung jawab moral.
"Keuangan haji itu bukan sekadar urusan duniawi. Ada pertanggungjawaban bukan hanya kepada pemerintah, tapi juga kepada Allah. Ini menyangkut amanah umat," tegasnya.
Karena itu, ia menekankan pentingnya sistem pengawasan berlapis agar tidak terjadi kebocoran atau penyimpangan dalam pengelolaan dana.
Revisi UU PKH, menurutnya, harus menghadirkan regulasi yang ketat dan adil agar setiap rupiah digunakan sebagaimana mestinya.
"Mudah-mudahan undang-undang baru nanti bisa jadi payung hukum yang kuat agar tidak ada lagi penyimpangan. Karena uang haji ini sangat besar dan selalu menjadi sumber kepentingan banyak pihak," ucapnya.
Kritik atas Ekses Pelaksanaan Haji dan Harapan Perbaikan
Habib Syarief juga menyinggung sejumlah ekses negatif yang kerap muncul dalam pelaksanaan ibadah haji, seperti permasalahan distribusi, lemahnya pengawasan, hingga dugaan penyimpangan.
Ia menilai semua itu muncul karena kelemahan sistem dan kerangka hukum yang tidak kokoh.
"Setiap kali musim haji, selalu ada ekses. Mulai dari distribusi, pengawasan, sampai dugaan penyimpangan. Semua ini akibat kelemahan sistem," ujarnya.
Ia berharap revisi UU PKH akan membawa perubahan signifikan dalam pengelolaan dana haji ke depan yang lebih efisien, adil, dan berlandaskan nilai moral.
"Kita ingin uang jamaah benar-benar kembali untuk jamaah, tidak bocor ke mana-mana, dan digunakan dengan niat ibadah. Karena ini bukan sekadar angka dalam laporan keuangan, tapi amanah yang harus dijaga hingga ke pertanggungjawaban di hadapan Tuhan," tutupnya.
- Penulis :
- Aditya Yohan







