
Pantau - Pemerintah Indonesia tengah mempersiapkan empat regulasi baru guna memperkuat integritas dan tata kelola pasar karbon di sektor kehutanan, sebagai upaya menjamin sistem yang kredibel, transparan, dan inklusif.
Regulasi Baru Dorong Pasar Karbon yang Transparan dan Inklusif
Wakil Menteri Kehutanan Rohmat Marzuki mengungkapkan bahwa Kementerian Kehutanan sedang menyiapkan empat regulasi baru untuk memperkuat tata kelola pasar karbon kehutanan.
"Langkah ini memastikan sistem yang kredibel, transparan, dan inklusif," ungkapnya dalam dialog tingkat menteri bertema "Mempercepat Aksi Iklim melalui Kebijakan Nasional yang Inklusif dan Terintegrasi" di Paviliun Indonesia, Konferensi Perubahan Iklim PBB (COP30 UNFCCC) di Belem, Brasil.
Empat regulasi tersebut mencakup revisi terhadap Peraturan Menteri Nomor 7 Tahun 2023 tentang tata cara perdagangan karbon sektor kehutanan, revisi Peraturan Menteri Nomor 8 Tahun 2021 mengenai zonasi dan rencana pengelolaan hutan, serta revisi Permen Nomor 9 Tahun 2021 tentang pengelolaan perhutanan sosial.
Selain itu, kementerian juga sedang menyusun regulasi baru terkait pemanfaatan jasa lingkungan di kawasan konservasi.
Rohmat menegaskan bahwa keempat regulasi ini akan menjadi landasan hukum utama pelaksanaan Nilai Ekonomi Karbon (NEK) di sektor kehutanan, seiring dengan terbitnya Peraturan Presiden Nomor 110 Tahun 2025 tentang Penyelenggaraan Instrumen Nilai Ekonomi Karbon dan Pengendalian Emisi Gas Rumah Kaca Nasional.
"Perpres ini menandai babak baru di mana manfaat pasar karbon tak hanya menopang target iklim nasional, tetapi juga memberi dampak langsung bagi masyarakat pengelola hutan," ia mengungkapkan.
Strategi Lingkungan dan Kolaborasi Global
Dalam kesempatan tersebut, Rohmat juga menyoroti kerja sama strategis Indonesia dengan International Emission Trading Association (IETA) yang dinilai penting dalam peningkatan kapasitas, pertukaran pengetahuan, dan kolaborasi sektor swasta dalam pengembangan desain pasar karbon nasional.
Reformasi kebijakan ini disebutnya sejalan dengan visi Presiden Prabowo Subianto dalam Asta Cita, terutama pada aspek ketahanan pangan dan pengelolaan lingkungan hidup.
Kementerian Kehutanan saat ini menjalankan lima program unggulan, yakni digitalisasi layanan, pengakuan hutan adat, optimalisasi hasil hutan bukan kayu, penguatan konservasi, serta penerapan kebijakan satu peta.
Implementasi program-program tersebut disebut telah menurunkan luas kebakaran hutan dari 2,6 juta hektare pada 2015 menjadi sekitar 213 ribu hektare pada 2025.
Kementerian juga memperkuat pengawasan terhadap 57 taman nasional melalui sistem digital serta memimpin sejumlah proyek restorasi hutan dan konservasi satwa.
Beberapa di antaranya adalah kemitraan senilai USD 150 juta di Taman Nasional Way Kambas dan Inisiatif Konservasi Gajah Peusangan di Aceh.
"Program-program ini bukan hanya menjaga ekosistem, tetapi juga membuka ribuan lapangan kerja hijau dan memperkuat ekonomi lokal," tegas Rohmat.
Dalam COP30, Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni menjadi salah satu delegasi Indonesia yang ditugaskan Presiden Prabowo untuk mendampingi Utusan Khusus Presiden bidang Perubahan Iklim dan Energi, Hashim Djojohadikusumo.
Kementerian Kehutanan mengangkat tema "Indonesia: dari Hutan Hujan Menjadi Pusat dan Pasar Karbon Global", yang menjadi bagian dari kampanye mendukung implementasi Perpres 110/2025 serta kesiapan Indonesia berperan dalam perdagangan karbon internasional.
- Penulis :
- Shila Glorya







