
Pantau - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memastikan badai geomagnetik global yang terjadi pada 12–14 November 2025 tidak menimbulkan dampak signifikan terhadap infrastruktur dan kehidupan sehari-hari di Indonesia.
Badai geomagnetik dipicu oleh aktivitas Matahari berupa suar kelas X5.1 yang memicu lontaran plasma dan medan magnet berkecepatan tinggi atau Coronal Mass Ejection (CME).
Pantauan dari NOAA Space Weather Prediction Center (SWPC) menunjukkan tingkat badai mencapai level G4 atau kategori berat.
Indonesia Terlindungi Sabuk Magnetosfer Khatulistiwa
BMKG mencatat aktivitas geomagnetik mulai terdeteksi sejak dini hari 12 November 2025 dan berlangsung selama tiga hari di observatorium Tondano, Tuntungan, dan Serang.
Nilai indeks K maksimum mengindikasikan badai geomagnetik berat, namun dampaknya dinyatakan relatif kecil di wilayah Indonesia.
Hal ini disebabkan oleh posisi geografis Indonesia yang berada di sekitar khatulistiwa dan dilindungi sabuk magnetosfer kuat bernama Equatorial Electrojet.
BMKG mengingatkan adanya potensi gangguan minor hingga moderat pada sistem komunikasi satelit, navigasi berbasis GPS, serta komunikasi radio frekuensi tinggi (HF).
BMKG merekomendasikan pemantauan real-time aktivitas magnet bumi melalui indeks K dan A, khususnya bagi sektor yang bergantung pada sistem komunikasi berbasis satelit.
Sektor transportasi udara dan laut diimbau menyiapkan protokol komunikasi cadangan guna mengantisipasi gangguan teknis.
Kepala Pusat Seismologi Geomagnet dan Tanda Waktu BMKG, Syirojudin, menyatakan tidak ada alasan untuk panik karena perlindungan magnetosfer Indonesia sangat efektif dalam meredam dampak badai geomagnetik.
- Penulis :
- Aditya Yohan







