
Pantau - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa Ridwan Nasir, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Kolaka Timur, sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi proyek pembangunan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kolaka Timur, Sulawesi Tenggara.
Pemeriksaan Saksi dan Peran Tersangka
Pemeriksaan terhadap Ridwan Nasir dilakukan di Kepolisian Daerah (Polda) Kendari pada kapasitasnya sebagai Kepala Dinas Kesehatan Kolaka Timur.
Selain Ridwan Nasir, KPK turut memanggil tujuh orang saksi lainnya yang diduga mengetahui detail proyek tersebut.
Para saksi itu antara lain IPS dan SI dari kelompok kerja proyek, NA yang menjabat sebagai Bendahara PT Pilar Cadas Putra, NK selaku Site Manager PT Rancang Bangun Mandiri, RHH staf Dinas Kesehatan Sulawesi Tenggara, RK pegawai honorer Dinas Pekerjaan Umum, Penataan Ruang, dan Perhubungan Kolaka Timur, serta SR yang merupakan staf Dinas Kesehatan Kolaka Timur.
Kasus ini bermula dari penetapan lima tersangka oleh KPK pada 9 Agustus 2025.
Lima orang yang telah ditetapkan sebagai tersangka adalah Abdul Azis, Bupati Kolaka Timur periode 2024–2029, Andi Lukman Hakim, penanggung jawab dari Kementerian Kesehatan untuk pembangunan RSUD, Ageng Dermanto selaku pejabat pembuat komitmen proyek, serta Deddy Karnady dan Arif Rahman yang merupakan pegawai PT Pilar Cadas Putra.
Menurut KPK, Deddy Karnady dan Arif Rahman merupakan pihak yang memberikan suap, sementara Abdul Azis, Andi Lukman Hakim, dan Ageng Dermanto merupakan penerima suap.
Nilai Proyek dan Dugaan Korupsi
Dugaan korupsi ini berkaitan dengan proyek peningkatan fasilitas RSUD Kolaka Timur dari Kelas D menjadi Kelas C.
Nilai proyek tersebut mencapai Rp126,3 miliar dan bersumber dari dana alokasi khusus (DAK) bidang kesehatan tahun anggaran 2025.
Proyek ini merupakan bagian dari program Kementerian Kesehatan yang menargetkan peningkatan kualitas layanan di 12 RSUD menggunakan anggaran kementerian serta 20 RSUD lainnya yang memperoleh dana dari DAK.
Total anggaran yang dialokasikan Kementerian Kesehatan untuk program ini pada tahun 2025 mencapai Rp4,5 triliun.
Pada 6 November 2025, KPK kembali menetapkan tiga tersangka baru dalam pengembangan kasus ini, namun belum mengungkap identitas mereka kepada publik.
- Penulis :
- Arian Mesa








