
Pantau - Kemampuan bercerita atau storytelling bukan sekadar seni komunikasi, tetapi telah menjadi elemen penting dalam pembangunan bangsa, penguatan identitas nasional, dan daya saing global, sebagaimana disampaikan pengusaha dan mantan Menteri Perdagangan Gita Wirjawan dalam pidatonya di hadapan 1.332 wisudawan LSPR Institute Jakarta.
Storytelling Pengaruhi Ekonomi, Publikasi, dan Perdagangan Kawasan
Gita menekankan bahwa rendahnya skala perdagangan intra-Asia Tenggara, yang hanya mencapai 23 persen, dibandingkan Uni Eropa yang sudah mencapai 65 persen, menjadi indikator lemahnya komunikasi antarnegara kawasan.
"Berarti kita masih kurang bercerita satu sama lain. Kita sering berjabat tangan, tetapi tidak memahami barang atau jasa apa yang bisa dikirim atau peluang apa yang bisa dilakukan untuk meningkatkan skala perdagangan," ungkapnya.
Ia mengungkapkan bahwa kemampuan bercerita bukan hanya alat diplomasi, tetapi juga memiliki peran ekonomi yang besar, termasuk dalam mendatangkan modal dan kerja sama internasional.
Dalam konteks publikasi ilmiah, Gita menyoroti bahwa Asia Tenggara yang berpenduduk sekitar 700 juta jiwa hanya menyumbang 375.000 publikasi dari total 140 juta publikasi global.
"Hanya sekitar 0,27 persen dari jumlah populasi yang memiliki kemampuan bercerita. Ini agak tidak masuk akal bagi saya," ia menyampaikan.
Penelitian Pachucki dan tim dari Universitas Innsbruck pada tahun 2021 juga menunjukkan bahwa storytelling berperan strategis dalam pemasaran dan branding karena memengaruhi persepsi dan perilaku konsumen.
Di sektor pariwisata, kemampuan bercerita terbukti mampu meningkatkan keterlibatan audiens, memperkuat citra destinasi, dan mendorong minat kunjungan wisatawan.
Pendidikan dan Komunikasi Jadi Pilar Kompetensi Global
Gita mengapresiasi LSPR Institute atas perannya dalam menyiapkan lulusan dengan literasi, numerasi, dan kapasitas komunikasi yang kuat dalam menghadapi kompleksitas dunia modern.
"Saya melihat ke depan, planet bumi yang berisi 8 miliar jiwa ini, akan terus menerus mengalami percepatan yang semakin meningkat, terkait geopolitik, ekonomi, teknologi dan iklim. Banyak yang mengedepankan narasi keberlanjutan, tapi banyak yang tidak memahami pengedepanan narasi keberlanjutan tidak mudah," ujarnya.
Ia menilai kemampuan bercerita harus dibangun sejak dini hingga perguruan tinggi untuk membentuk sumber daya manusia yang memiliki kredibilitas, mampu berkomunikasi, serta mampu mengubah ketidakpastian menjadi kepastian melalui narasi yang terstruktur.
"Ketidakpastian itu tidak bisa diukur, tidak bisa dinilai. Tapi risiko itu sesuatu yang bisa diukur, semakin kita bisa mengukur semakin proses translasi yang dilakukan lewat komunikasi maka kemungkinan penanaman modal itu bisa terjadi," jelas Gita.
Gita juga menekankan pentingnya pendidikan berbasis STEM seperti yang diterapkan di Tiongkok, namun tetap menyoroti peran guru sebagai penginspirasi yang mampu menyuntikkan imajinasi dan ambisi kepada siswa.
Ia mengingatkan para lulusan untuk mensyukuri dan memanfaatkan kemewahan pendidikan tinggi yang mereka terima.
"88 persen kepala rumah tangga di Indonesia belum menempuh pendidikan sarjana," ucapnya.
Menurutnya, latar belakang tersebut membuat lulusan memiliki tanggung jawab untuk membangun kehidupan masyarakat yang lebih baik melalui narasi-narasi yang membangun.
LSPR Perkuat Kolaborasi Global
Founder & CEO LSPR Institute, Dr. (H.C.) Prita Kemal Gani, menyatakan bahwa LSPR berkomitmen melahirkan lulusan yang siap bersaing di ekosistem global yang dinamis.
"Komitmen kami adalah menghasilkan lulusan dengan pengetahuan, karakter, dan empati lintas budaya," ungkapnya.
Ia menyebut bahwa ketiga pilar itu menjadi landasan dalam sistem pendidikan LSPR, yang tidak hanya menekankan aspek akademik, tetapi juga integritas dan sensitivitas budaya.
LSPR juga memperkuat jaringan internasionalnya melalui kerja sama strategis dengan institusi global seperti University College London (UCL) dan Royal Holloway, University of London, yang resmi terjalin sejak 3 November 2025.
Selain itu, LSPR memperbarui kerja sama akademik dengan Woosong University, Korea Selatan, serta menjalin kolaborasi baru bersama Futurebound.
Kolaborasi ini dirancang untuk memperluas akses mahasiswa terhadap program pertukaran pelajar, riset bersama, kurikulum global, serta berbagai peluang pengembangan diri guna memperkuat daya saing di pasar kerja internasional.
- Penulis :
- Ahmad Yusuf
- Editor :
- Tria Dianti








