Pantau Flash
HOME  ⁄  Nasional

FGD Badan Pengkajian MPR Soroti Masalah Desentralisasi, Otonomi Daerah, dan Kurangnya Political Will

Oleh Ahmad Yusuf
SHARE   :

FGD Badan Pengkajian MPR Soroti Masalah Desentralisasi, Otonomi Daerah, dan Kurangnya Political Will
Foto: (Sumber : Wakil Ketua Badan Pengkajian MPR Hindun Anisah dalam Diskusi Grup Terarah (FGD) dengan tema "Desentralisasi, Otonomi Daerah, Pemerintahan Daerah dan Desa", yang diselenggarakan di Bekasi, Jawa Barat, Jumat (21/11/2025). ANTARA/HO-MPR RI..)

Pantau - Badan Pengkajian MPR Kelompok III menggelar Diskusi Grup Terarah (FGD) bertema Desentralisasi, Otonomi Daerah, Pemerintahan Daerah dan Desa pada Jumat, 21 November 2025, di Bekasi, Jawa Barat, guna menelaah ulang efektivitas pengaturan pemerintahan daerah dalam UUD NRI Tahun 1945.

FGD ini memfokuskan pembahasan pada pasal-pasal dalam Bab VI UUD NRI Tahun 1945, terutama relevansi dan implementasinya terhadap dinamika pemerintahan daerah saat ini.

Wakil Ketua Badan Pengkajian MPR, Hindun Anisah, mempertanyakan, "Apakah pasal-pasal dalam Bab VI UUD NRI Tahun 1945 sudah cukup ideal, masih relevan, atau perlu penajaman baik tafsir maupun penyesuaian."

Tarik-Menarik Kepentingan Pusat-Daerah dan Dualisme Urusan Desa

Hindun menyoroti adanya ketimpangan hubungan antara pemerintah pusat dan daerah dalam empat aspek penting: kewenangan, kelembagaan, keuangan, dan pengawasan, yang seharusnya seimbang menurut konstitusi.

Namun dalam praktik, masih terjadi tarik-menarik kepentingan, terutama dalam pelaksanaan kewenangan.

FGD juga membahas pengaturan desa dalam Pasal 18B UUD 1945, yang hanya menyebut masyarakat hukum adat tanpa eksplisit menyebut istilah "desa", sehingga dipertanyakan komitmen negara dalam penguatan pemerintahan desa.

Persoalan lain adalah dualisme pengelolaan desa, karena desa kerap dikelola oleh tiga hingga empat kementerian, yang memicu tumpang tindih kewenangan dan duplikasi program.

Evaluasi Pemilihan Kepala Daerah dan Beban Demokrasi Langsung

Dalam aspek pemilihan kepala daerah, Pasal 18 ayat (4) UUD menyebut bahwa kepala daerah dipilih secara demokratis.

Namun, Hindun mempertanyakan apakah demokratis selalu berarti pilkada langsung, mengingat:

  • Tingginya biaya politik
  • Potensi polarisasi sosial
  • Ketidakefektifan hubungan antar pemerintah daerah dan provinsi

Kajian Akademik: Solusi Regulatif dan Tantangan Komitmen Politik

Prof. Wicipto Setiadi, Guru Besar Hukum dari UPN Veteran Jakarta, menggarisbawahi empat aspek utama relasi pusat dan daerah: kewenangan, kelembagaan, keuangan, dan pengawasan.

Ia menilai bahwa pembagian urusan kerap tumpang tindih, dan penarikan kembali urusan oleh pusat menimbulkan ketidakpastian hukum, karena urusan konkuren belum memiliki standar baku.

Wicipto mengusulkan solusi:

  • Penyempurnaan pembagian urusan berbasis kriteria terukur (akuntabilitas, efisiensi, eksternalitas, dan kepentingan strategis nasional)
  • Penguatan otonomi substantif, bukan sekadar administratif
  • Standardisasi layanan publik yang fleksibel sesuai konteks lokal
  • Evaluasi berkala melalui mekanisme konstitusional

Sementara itu, Sri Budi Eko Wardani, dosen Ilmu Politik FISIP UI, menekankan bahwa desentralisasi adalah tren global yang tak terpisahkan dari demokratisasi dan liberalisasi.

"Lebih dari 60 pemerintahan di dunia, terutama negara berkembang, telah menerapkan desentralisasi sejak 1980-an," ungkap Sri.

Ia menekankan bahwa desentralisasi meliputi transfer kewenangan (power), tanggung jawab (responsibility), dan sumber daya (resources).

Namun ia meragukan komitmen penuh pemerintah pusat untuk benar-benar mentransfer kekuasaan ke daerah.

Political Will Jadi Faktor Kunci dalam Implementasi Nyata

I Wayan Sudirta, anggota Badan Pengkajian MPR, menyatakan bahwa masalah desentralisasi dan otonomi daerah sudah banyak dikaji dan solusi tersedia.

Namun, tantangan utamanya adalah minimnya kemauan politik (political will) dari para pengelola negara.

"Persoalan political will dari orang-orang yang mengurus negara ini belum mendukung desentralisasi dan otonomi daerah," tegas Wayan.

Prof. Wicipto menegaskan bahwa UUD NRI 1945 sudah memberikan arah, dan undang-undang juga sudah ada, tetapi pelaksanaannya belum optimal.

Ia mengidentifikasi regulasi sektoral, ego sektoral, dan ego daerah sebagai hambatan utama dalam pelaksanaan desentralisasi yang efektif.

"Untuk pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah, political will adalah faktor penentu. Political will itu harus ditunjukkan oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah, serta DPR dan DPRD," pungkas Wicipto.

Penulis :
Ahmad Yusuf