
Pantau - Anggota Komisi III DPR RI Safaruddin menegaskan bahwa penyesuaian pasal-pasal terkait narkotika dalam RUU Penyesuaian Pidana harus dilakukan secara hati-hati agar tidak terjadi kekosongan hukum.
Kekhawatiran Kekosongan Hukum dan Peran Masukan Publik
Masukan dari Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) dinilai komprehensif terutama terkait harmonisasi antara KUHP 2023, undang-undang sektoral, peraturan daerah, dan ketentuan khusus dalam UU Narkotika.
“Usulan yang disampaikan tadi bagus sekali. Masukan ini diperlukan karena ada pasal-pasal dalam KUHP yang sebenarnya dirancang untuk mencabut ketentuan tertentu dalam undang-undang narkotika. Tetapi kalau ketentuan itu dicabut sebelum revisi UU Narkotika selesai, bisa terjadi kekosongan hukum”, ungkapnya.
Komisi III dan pemerintah sepakat menunda pencabutan pasal narkotika dalam KUHP sampai revisi UU Narkotika selesai dan disahkan.
Safaruddin menegaskan bahwa kejahatan narkotika sangat mendesak untuk ditangani karena dampaknya yang besar terhadap generasi muda.
“Ini urgen, sangat urgen. Narkotika itu sangat berbahaya, terutama bagi generasi muda. Kalau mereka terkontaminasi, bisa rusak masa depan bangsa”, ujarnya.
Narkotika Sebagai Ancaman Generasi dan Komitmen Penguatan Regulasi
Ia mengingatkan bahwa dalam sejarah ada negara yang kalah perang akibat serangan candu narkotika yang merusak kemampuan generasi untuk berpikir, bekerja, dan bersaing.
“Kalau sudah kecanduan, pasti terjadi adiktif. Mulai dari dosis kecil, kemudian naik terus. Ini yang membahayakan. Maka kami memandang persoalan narkotika ini sudah masuk kategori darurat”, katanya.
Masukan dari berbagai pihak akan dibahas lebih lanjut dalam rapat lanjutan Komisi III DPR RI pekan depan.
Komisi III berkomitmen memastikan pengaturan narkotika dalam RUU Penyesuaian Pidana tidak melemahkan penegakan hukum dan tetap memberikan perlindungan maksimal kepada masyarakat.
- Penulis :
- Aditya Yohan





