Pantau Flash
HOME  ⁄  Nasional

Gerah dengan Polemik, Anak Muda LACI Dukung Pemilu Damai

Oleh Adryan N
SHARE   :

Gerah dengan Polemik, Anak Muda LACI Dukung Pemilu Damai

Pantau.com - Sejumlah muda-mudi dari Lembaga Cita Insan Indonesia (LACI) menyatakan dukungan terhadap Pemilu 2019 yang damai dan aman. Sebab, cara ini diyakini merupakan salah satu upaya menyukseskan pesta demokrasi lima tahunan itu. 

"Kami atas nama generasi muda Indonesia dari LACI, dengan ini menyatakan sikap yaitu mendorong kampanye pemilu aman, damai," ujar perwakilan LACI, Endah, saat menggelar diskusi 'Membaca Arah Populisme Islam di Pilpres 2019' sekaligus deklarasi pemilu damai di D'Hotel, Setiabudi, Jakarta Selatan, Sabtu (26/1/2019). 

Baca juga: TKN Sebut Selebaran 'Say No!! Jokowi-Ma'ruf' seperti 'Obor Rakyat' 2014

LACI juga menyoroti perkembangan isu hoax di pemilu. Mereka merasa khawatir dengan penyebaran informasi bohong yang kian masif di masyarakat. Karenanya, mereka mengajak seluruh masyarakat melawan hoax dalam ajang kontestasi pilpres. 

"Kita juga ingin pemilu berlangsung tanpa hoax, SARA, dan politik uang," ucapnya. 

LACI juga menginginkan pemilu berlangsung sesuai dengan prinsip Langsung, Umum, Bebas, Rahasia, Jujur dan Adil (Luber Jurdil). Sebab mereka meyakini dengan cara itu kualitas demokrasi meningkat, sehingga pemimpin yang dihasilkan menjadi lebih baik.

"Menguatnya politik identitas di Pemilu 2019 membuat masyarakat terpecah belah. Persoalan intoleransi hingga radikalisme muncul. Kita menyatakan perang terhadap hal itu semua, dengan narasi deklarasi pemilu damai. Di sisi lain aparat keamanan juga menjalankan tugasnya, yang didukung oleh masyarakat," tandasnya.

Baca juga: Soal Tabloid Indonesia Barokah, Dewan Pers: Itu Tanpa Proses Liputan

Sementara, Dosen Universitas Paramadina, Novriantoni Kahar, pemateri dalam diskusi, menilai populisme Islam di Indonesia terlebih di Pilkada DKI 2017, hanya gerakan yang menuntut perubahan imajiner. 

"Orang kumpulkan puluhan ribu dan klaim jutaan umat Islam dan mereka menuntut sesuatu yang imajiner bukan tuntutan perubahan yang real," ujarnya. 

Di Pilkada DKI, populisme Islam hanya gerakan bernuansa pada politik identitas yang mengelola ketersinggungan. Seperti ketidaksukaan mereka terhadap kota Jakarta yang merupakan ibu kota negara, namun dipimpin non Muslim. Isu seperti ini dinilai tidak relevan karena bukan aspek yang esensi.

"Syiarnya apa? Misalnya 'Kalau hanya sekadar membangun, Firaun pun membangun', kemudian anti terhadap penista agama. Itu syiar mereka. Emosi massa dibakar untuk perjuangkan sesuatu yang tidak substansial, itu yang saya pahami dari populisme itu," tandas Novriantoni.

Penulis :
Adryan N