
Pantau - Pakar Ilmu Pemerintahan Universitas Padjadjaran Dede Sri Kartini menilai masih adanya kepala daerah yang terjerat kasus korupsi meski telah mengikuti retret kepala daerah pada 21–28 Februari 2025 tidak memiliki kaitan langsung dengan kegiatan tersebut.
Dede Sri Kartini menyampaikan pandangannya bahwa retret kepala daerah tidak berhubungan dengan praktik korupsi karena persoalan tersebut berakar pada etika dan moral individu.
Korupsi Dinilai Masalah Etika dan Moral
“Bagi saya, retret itu enggak ada kaitan dengan korupsi, kenapa, korupsi itu sebenarnya masalah etika dan moral,” ungkap Dede Sri Kartini.
Menurut Dede Sri Kartini, korupsi terjadi ketika individu seperti kepala daerah tidak mampu mematuhi regulasi yang berlaku meskipun telah memahami aturan hukum.
“Saya yakin para kepala daerah itu tahu kok UU Tipikor Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, tetapi mereka tidak bisa menahan diri untuk tidak melakukan, misalkan menerima suap, atau apa pun kasusnya,” ungkapnya.
Mendagri Soroti Maraknya OTT Kepala Daerah
Sebelumnya pada 11 Desember 2025, Menteri Dalam Negeri Muhammad Tito Karnavian menyayangkan masih adanya kepala daerah yang ditangkap aparat penegak hukum melalui operasi tangkap tangan meskipun telah mendapatkan pembekalan dalam retret.
“Saya perhatikan baru satu tahun, sudah berapa yang kena OTT, termasuk ada yang gubernur, padahal sudah pernah retret, dan ditanamkan wawasan kebangsaan,” ungkap Tito Karnavian.
Sejumlah kepala daerah diketahui ditangkap dalam rangkaian operasi tangkap tangan oleh aparat penegak hukum, di antaranya Bupati Kolaka Timur Abdul Azis pada Agustus 2025, Gubernur Riau Abdul Wahid dan Bupati Ponorogo Sugiri Sancoko pada November 2025, serta kasus terbaru penangkapan Bupati Lampung Tengah Ardito Wijaya pada 10 Desember 2025.
- Penulis :
- Ahmad Yusuf







