
Pantau - Kementerian Koordinator Bidang Pemberdayaan Masyarakat menjaring masukan strategis dari berbagai pemangku kepentingan guna menyempurnakan dan memperbarui regulasi penempatan serta pelindungan pekerja migran Indonesia.
Upaya penjaringan masukan tersebut dilakukan melalui Lokakarya Konsultasi kedua yang diselenggarakan di Jakarta pada Senin, 15 Desember 2025.
Lokakarya ini melibatkan Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia serta Balai Latihan Kerja dan Lembaga Pelatihan Kerja.
Deputi Bidang Koordinasi Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat dan Pelindungan Pekerja Migran Kemenko PM Leontinus Alpha Edison menyampaikan bahwa kegiatan tersebut merupakan bagian dari evaluasi implementasi Peraturan Presiden Nomor 130 Tahun 2024 tentang Penguatan Tata Kelola Penempatan dan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia.
Leontinus Alpha Edison menjelaskan bahwa sebelumnya Kemenko PM telah menggelar lokakarya konsultasi dengan organisasi masyarakat sipil dan perwakilan pekerja migran Indonesia pada September dan Oktober 2025 sebagai bagian dari proses penyusunan kebijakan yang inklusif.
Tantangan Struktural Tata Kelola Pekerja Migran
Hasil evaluasi implementasi Perpres Nomor 130 Tahun 2024 menunjukkan masih adanya tantangan struktural dalam tata kelola pekerja migran Indonesia.
Tantangan tersebut antara lain praktik biaya penempatan berlebih atau overcharging yang masih membebani pekerja migran.
Selain itu, masih ditemukan praktik migrasi nonprosedural yang meningkatkan kerentanan pekerja migran terhadap penipuan dan tindak pidana perdagangan orang.
Berdasarkan kondisi tersebut, Kemenko PM menilai pembaruan regulasi diperlukan sebagai dasar kebijakan yang berkelanjutan dan selaras dengan dinamika pasar kerja global serta arah pembangunan jangka menengah nasional RPJMN 2025–2029.
Leontinus Alpha Edison menyoroti kontribusi ekonomi pekerja migran Indonesia yang tercermin dari nilai remitansi sebesar Rp253,3 triliun pada tahun 2024.
Kontribusi tersebut dinilai perlu diimbangi dengan tata kelola yang komprehensif dan berorientasi pada pelindungan martabat kemanusiaan.
Biaya Penempatan dan Kesenjangan Kompetensi Jadi Sorotan
Pelibatan P3MI serta BLK dan LPK dinilai penting karena kedua pihak memahami langsung tantangan di lapangan, termasuk persoalan biaya penempatan, kesesuaian kurikulum pelatihan, penguatan pengawasan, dan penegakan hukum.
Kemenko PM melaporkan salah satu isu krusial yang dibahas dalam lokakarya adalah praktik pembebanan biaya penempatan atau placement fee oleh sebagian besar P3MI yang mengakibatkan terjadinya overcharging.
Asosiasi P3MI seperti APJATI dijadwalkan membahas standardisasi biaya penempatan serta langkah pencegahan praktik tersebut.
Lokakarya juga menyoroti peningkatan risiko tindak pidana perdagangan orang yang diperburuk oleh lemahnya pengawasan lintas batas.
Kementerian Hukum dan HAM membahas subtema penguatan penegakan hukum terhadap migrasi dan tindak pidana perdagangan orang, sementara IMCAA membahas pencegahan penempatan ilegal awak kapal perikanan.
Leontinus Alpha Edison menegaskan isu lain yang turut menjadi perhatian utama.
"Isu penting lainnya adalah kesenjangan kompetensi dan sertifikasi global, akses terhadap peningkatan kompetensi dan jalur penempatan prosedural," ujarnya.
Asosiasi pelatihan seperti P4MI dan OPPPI akan membahas harmonisasi kurikulum pelatihan dengan kebutuhan pasar kerja global, termasuk uji kompetensi dan sertifikasi internasional.
Langkah tersebut bertujuan meningkatkan kualitas tenaga kerja Indonesia yang selama ini belum sepenuhnya sesuai dengan permintaan pasar kerja internasional.
Ketidaksesuaian kompetensi tersebut kerap menyebabkan pekerja migran Indonesia harus menjalani reskilling atau uji kompetensi ulang di negara tujuan.
- Penulis :
- Ahmad Yusuf
- Editor :
- Tria Dianti




