Pantau Flash
HOME  ⁄  Nasional

KKP Integrasikan Kampung Budi Daya Bioflok dengan Koperasi Desa untuk Tingkatkan Ekonomi dan Kesejahteraan Pembudidaya

Oleh Arian Mesa
SHARE   :

KKP Integrasikan Kampung Budi Daya Bioflok dengan Koperasi Desa untuk Tingkatkan Ekonomi dan Kesejahteraan Pembudidaya
Foto: Direktur Jenderal Perikanan Budi Daya Kementerian Kelautan dan Perikanan Tb Haeru Rahayu dalam konferensi pers capaian kinerja sektor kelautan dan perikanan, di Jakarta, Senin 15/12/2025 (sumber: ANTARA/Aria Ananda)

Pantau - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mengintegrasikan pengembangan perikanan budi daya dengan Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih untuk memperkuat ekonomi desa dan meningkatkan kesejahteraan pembudidaya ikan.

Integrasi Program Budi Daya dan Koperasi Desa

Direktur Jenderal Perikanan Budi Daya KKP, Tb Haeru Rahayu, menjelaskan bahwa langkah ini diwujudkan melalui pengembangan kampung perikanan budi daya tematik berbasis teknologi bioflok.

"Kami mengoneksikan program perikanan budi daya dengan Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih agar unit usaha budi daya bisa dikelola secara kelembagaan dan berkelanjutan," ungkapnya.

Teknologi bioflok merupakan sistem budi daya ikan yang memanfaatkan mikroorganisme untuk menjaga kualitas air, meningkatkan efisiensi pakan, serta cocok untuk skala usaha masyarakat.

Pada tahap awal, program ini diterapkan di 100 titik kampung budi daya tematik bioflok, yang tersebar di Jawa Barat (2 titik), Jawa Tengah (45 titik), Daerah Istimewa Yogyakarta (8 titik), dan Jawa Timur (45 titik).

Setiap unit budi daya terdiri atas 24 lubang atau kolam, dengan potensi produksi sekitar 200 kilogram per lubang per siklus.

"Kalau 1 lubang saja sekitar 200 kilogram (kg), dikalikan 24 lubang, maka satu siklus itu hampir mencapai 5 ton," jelas Haeru.

Target 500 Titik di 2026 dan Skema Margin untuk Koperasi

Koperasi desa yang mengelola unit budi daya diproyeksikan mendapat margin usaha sekitar Rp1.000 per kilogram, sehingga dalam satu siklus produksi sebesar 5 ton, margin yang diperoleh koperasi mencapai sekitar Rp5 juta.

"Kalau marginnya per kilogram koperasi dapat seribu saja, maka setiap satu kali siklus bisa sekitar Rp5 juta," ia mengungkapkan.

Dengan asumsi 3 hingga 3,5 siklus per tahun, model usaha ini dinilai cukup untuk menggerakkan unit koperasi di tingkat desa.

KKP menargetkan perluasan program ini menjadi 500 titik kampung budi daya bioflok pada tahun 2026, seiring penguatan peran Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih sebagai pengelola usaha produktif desa.

"Tahun depan kami rencanakan pengembangan di 500 titik lagi. Ini bagian dari sinergi program pemerintah," tutur Haeru.

Ia menekankan bahwa pendekatan berbasis koperasi sangat penting agar usaha budi daya tidak berjalan secara individual, melainkan dikelola secara kolektif mulai dari produksi hingga pembiayaan.

"Dengan koperasi, usaha budi daya tidak lagi bergerak sendiri, tetapi terorganisasi, sehingga lebih efisien dan berkelanjutan," ujarnya.

Integrasi ini juga mendukung kebijakan ekonomi biru yang menyeimbangkan aspek ekonomi, sosial, dan ekologi.

"Produksi bisa meningkat, koperasi bergerak, kesejahteraan naik, tetapi lingkungan tetap terjaga," Haeru menyimpulkan.

Penulis :
Arian Mesa