
Pantau - Presiden Prabowo Subianto memerintahkan Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni untuk segera menambah jumlah polisi hutan (polhut) sebagai langkah tegas dalam memperkuat pengawasan dan pencegahan terhadap praktik perambahan serta pembalakan liar (illegal logging).
Jumlah Polisi Hutan Dianggap Tidak Memadai
Dalam konferensi pers di Istana Kepresidenan RI, Jakarta, Senin (15/12/2025), Raja Juli menyampaikan bahwa instruksi tersebut diberikan langsung oleh Presiden Prabowo sebagai tanggapan atas minimnya jumlah polhut yang bertugas di lapangan.
Ia mencontohkan kondisi di Aceh, di mana untuk kawasan hutan seluas 3,5 juta hektare, hanya tersedia sekitar 30 hingga 32 personel polhut.
"Ini sama sekali tidak masuk akal, dan Bapak Presiden langsung meminta kepada saya untuk melipatgandakan jumlah polisi hutan kita sehingga illegal logging yang kemudian mengakibatkan rusaknya hutan kita dapat diatasi untuk sesegera mungkin," ungkapnya.
Menurut Raja Juli, perhatian Presiden menjadi dukungan moral yang besar bagi jajarannya.
"Saya tambah percaya diri bersama rekan-rekan kehutanan, karena kami mendapat dukungan moral yang kuat, mendapat dukungan politik yang kuat dari Bapak Presiden Prabowo Subianto," ia mengungkapkan.
Cabut Izin 22 PBPH dan Audit PT TPL
Dalam kesempatan yang sama, Raja Juli juga mengumumkan pencabutan izin terhadap 22 Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan (PBPH) dengan total luas lahan mencapai 1.012.016 hektare.
Dari total tersebut, seluas 116.198 hektare berada di wilayah Sumatera.
"Detailnya saya akan menuliskan SK pencabutan ini dan nanti akan saya sampaikan," ujarnya.
Selain pencabutan izin, Raja Juli menyampaikan bahwa pemerintah juga akan melakukan audit dan evaluasi total terhadap PT Toba Pulp Lestari (PT TPL), perusahaan pengolahan hasil hutan di sektor pulp dan produk turunannya.
"Khusus untuk PT Toba Pulp Lestari, PT TPL, yang banyak diberitakan. Bapak Presiden secara khusus memerintahkan kepada saya untuk audit dan evaluasi total terhadap PT TPL ini," tegas Raja Juli.
Langkah-langkah ini diambil menyusul bencana banjir bandang dan longsor yang melanda Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat pada 25 November 2025.
Bencana tersebut diyakini terjadi akibat kombinasi cuaca ekstrem dan kerusakan lingkungan yang parah.
Kerusakan lingkungan disebut sebagai akibat dari masifnya alih fungsi hutan menjadi lahan perkebunan monokultur dan pertambangan yang tidak terkendali.
- Penulis :
- Leon Weldrick






