Pantau Flash
HOME  ⁄  Geopolitik

UNICEF: Lebih dari 100 Ribu Anak Mengungsi Akibat Eskalasi Konflik di Timur DR Kongo

Oleh Ahmad Yusuf
SHARE   :

UNICEF: Lebih dari 100 Ribu Anak Mengungsi Akibat Eskalasi Konflik di Timur DR Kongo
Foto: (Sumber: Ilustrasi - Warga Kongo berbondong-bondong mengungsi. ANTARA/Anadolu/py)

Pantau - UNICEF memperingatkan lebih dari 100.000 anak terpaksa mengungsi akibat eskalasi terbaru konflik bersenjata di wilayah timur Republik Demokratik Kongo.

Jumlah anak yang mengungsi diperkirakan terus meningkat seiring meluasnya kekerasan di kawasan tersebut.

Informasi tersebut disampaikan UNICEF dalam pernyataan resmi yang dirilis pada Minggu, 14 Desember 2025.

Sejak 1 Desember 2025, pertempuran intens telah menyebabkan lebih dari 500.000 orang mengungsi dari tempat tinggal mereka.

Dari jumlah tersebut, anak-anak mencakup lebih dari 100.000 pengungsi hanya di Provinsi Kivu Selatan.

UNICEF melaporkan bahwa sejak 2 Desember 2025 ratusan orang tewas akibat pertempuran, termasuk anak-anak.

Anak-anak Jadi Korban Kekerasan

Selain korban jiwa, empat pelajar dilaporkan tewas dan enam pelajar lainnya mengalami luka-luka akibat konflik.

Sedikitnya tujuh sekolah diserang atau mengalami kerusakan akibat kekerasan bersenjata.

Eskalasi konflik yang berlangsung cepat memaksa ratusan ribu anak dan keluarga mengungsi di dalam wilayah Kongo.

Banyak pengungsi juga terpaksa melarikan diri ke negara-negara tetangga, termasuk Burundi dan Rwanda.

UNICEF mencatat lebih dari 50.000 pendatang baru menyeberang ke Burundi pada periode 6 hingga 11 Desember 2025.

Hampir setengah dari jumlah pendatang baru tersebut merupakan anak-anak.

UNICEF menegaskan sikapnya dengan pernyataan, “Anak-anak tidak boleh menjadi pihak yang menanggung akibat konflik,”.

Dinamika Konflik dan Tekanan Internasional

Di sisi lain, kelompok pemberontak M23 dilaporkan terus bergerak maju dan menguasai sejumlah wilayah di Provinsi Kivu Selatan.

Penguasaan wilayah tersebut terjadi meskipun telah ada kesepakatan antara Kongo dan Rwanda yang ditandatangani di Washington.

Kelompok M23 dilaporkan menguasai wilayah strategis, termasuk ibu kota provinsi Goma dan Bukavu yang direbut pada awal tahun.

Perserikatan Bangsa-Bangsa, pemerintah di Kinshasa, dan sejumlah pihak menuduh Rwanda mendukung kelompok M23.

Pemerintah Rwanda membantah tuduhan keterlibatan tersebut.

Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Marco Rubio menyatakan bahwa tindakan Rwanda di wilayah timur DR Kongo merupakan pelanggaran nyata terhadap Kesepakatan Washington.

Ia menyampaikan pernyataan tersebut pada Sabtu dan memperingatkan bahwa Washington akan mengambil tindakan untuk memastikan komitmen dipatuhi.

Pada 4 Desember 2025, Presiden DR Kongo Felix Tshisekedi dan Presiden Rwanda Paul Kagame menandatangani perjanjian damai dan ekonomi di Washington.

Perjanjian tersebut bertujuan mengakhiri konflik berkepanjangan di wilayah timur Kongo.

Kekerasan di wilayah timur Kongo telah berlangsung selama puluhan tahun dan menewaskan ribuan orang serta memaksa jutaan warga mengungsi.

Penulis :
Ahmad Yusuf
Editor :
Tria Dianti