
Pantau - Pemerintah Provinsi DKI Jakarta didesak untuk lebih serius memperhatikan kesejahteraan ribuan pemulung yang beraktivitas di Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Bantargebang.
Permintaan ini muncul karena kontribusi besar para pemulung dalam mengurangi jumlah sampah yang dibuang ke TPST Bantargebang setiap harinya.
Fokus utama permintaan ini adalah pada penyediaan jaminan sosial dan perlindungan diri yang layak bagi para pemulung.
Hasil riset yang dilakukan Greenpeace Indonesia bersama The SMERU Research Institute pada September 2025 menemukan bahwa akses terhadap fasilitas BPJS Ketenagakerjaan masih sangat terbatas.
Fasilitas tersebut hanya diberikan kepada pemulung yang tergabung dalam Ikatan Pemulung Indonesia (IPI), sementara banyak pemulung lain yang tidak terdaftar dalam organisasi tersebut.
"Tidak semua pemulung tergabung dalam IPI, sehingga tidak semua tercakupi (BPJS Ketenagakerjaan). Yang sudah tergabung di komunitas saja masih belum semua mendapatkannya," ungkap peneliti.
Ribuan Pemulung Masih Rentan dan Tidak Terdata
Menurut data IPI, jumlah pemulung yang aktif bekerja di TPST Bantargebang mencapai 6.360 orang.
Namun, jumlah sebenarnya diperkirakan bisa mencapai 10.000 orang karena tidak semua pemulung tercatat secara resmi.
Hal ini menunjukkan pentingnya pendataan menyeluruh terhadap para pemulung agar mereka bisa mendapatkan hak dan fasilitas yang seharusnya mereka terima.
Bahkan dari kalangan yang tergabung dalam IPI, tidak semuanya memperoleh fasilitas BPJS Ketenagakerjaan.
Selain itu, para pemulung juga belum mendapatkan alat pelindung diri (APD) yang layak untuk menunjang keselamatan kerja mereka.
Kondisi kerja yang minim perlindungan dinilai sangat membahayakan keselamatan dan kesehatan para pemulung.
Lebih jauh, pemulung di lokasi tersebut juga tidak memiliki akses yang memadai terhadap hak dasar seperti pendidikan dan layanan kesehatan.
"Masalahnya, karena tidak ada pendataan yang jelas, dan karena mereka pendatang, membuat mereka tak bisa menyekolahkan anak karena harus ber-KTP DKI atau Bekasi. Jadi, ini salah satu alasan anak-anak di sana putus sekolah," ujar salah satu peneliti.
Kontribusi Besar, Pengakuan Minim
Setiap pemulung di TPST Bantargebang dapat mengumpulkan antara 1 hingga 2 kuintal sampah per hari.
Jika dikalikan dengan jumlah 6.360 pemulung, maka pemulung secara kolektif berkontribusi mengurangi sekitar 636 ton sampah setiap harinya.
DKI Jakarta sendiri menghasilkan sekitar 7.000 ton sampah per hari yang dikirim ke TPST Bantargebang.
"Sayangnya, besarnya kontribusi pemulung itu tidak sebanding dengan masalah yang dihadapi," kata peneliti.
Sebagai solusi, para peneliti merekomendasikan adanya penguatan akses terhadap perlindungan sosial dan jaminan sosial yang inklusif.
Selain itu, pemberdayaan ekonomi juga menjadi poin penting yang diangkat dalam riset tersebut.
"Para pemulung yang akhirnya naik kelas, yang awalnya jadi pemulung, kemudian jadi pelapak kecil, dan bahkan menjadi pengusaha biji plastik, dapat ikut terlibat dalam penyerapan tenaga kerja masyarakat lokal. Jadi, mereka bisa memberdayakan masyarakat sekitar untuk ikut terlibat dalam proses bisnisnya," ia mengungkapkan.
- Penulis :
- Leon Weldrick







