Pantau Flash
HOME  ⁄  Nasional

Hutan Sumbawa Terus Menyusut, Bencana Ekologis Kian Mendekat

Oleh Aditya Yohan
SHARE   :

Hutan Sumbawa Terus Menyusut, Bencana Ekologis Kian Mendekat
Foto: (Sumber: Arsip - Petugas mengecek kayu olahan diduga ilegal hasil pembalakan liar di kawasan hutan Sumbawa dalam status penyitaan di kantor DLHK NTB, Mataram, Selasa (28/10/2025). (ANTARA/HO-DLHK NTB))

Pantau - Hujan deras yang mengguyur perbukitan Pulau Sumbawa, Nusa Tenggara Barat (NTB), kembali memicu banjir dan longsor di wilayah hilir. Aliran air bercampur lumpur dari lereng nyaris tanpa pepohonan menunjukkan ancaman kerusakan ekologis yang semakin nyata.

Sawah terendam, sungai meluap, dan rumah warga terancam. Bencana ini terus berulang setiap musim hujan, seiring dengan menyusutnya tutupan hutan akibat pembalakan liar dan perambahan kawasan.

Pembalakan Sistematis dan Lemahnya Pengawasan

Isu pembalakan liar bukan hal baru di NTB, namun tekanannya kini semakin besar di wilayah Sumbawa, Bima, dan Dompu.

Bukit-bukit yang dulunya hijau telah berubah menjadi lahan terbuka karena penebangan tanpa izin dan ekspansi pertanian.

Perbedaan antara hutan lindung dan hutan produksi semakin kabur, menambah kerentanan ekosistem.

Fenomena ini terjadi karena kombinasi persoalan ekonomi, lemahnya pengawasan, dan kebijakan yang tidak berpihak pada daya dukung lingkungan.

Pembalakan tidak lagi terjadi secara sporadis, tetapi sistematis, memanfaatkan celah kelembagaan dan terbatasnya sumber daya aparat kehutanan.

Rekaman video menunjukkan aktivitas penebangan kayu ilegal dalam kawasan hutan yang dilakukan tanpa hambatan berarti.

Ketika hutan kehilangan penjaga, ia menjadi sasaran empuk kepentingan jangka pendek.

Desakan Daerah dan Celah Koordinasi Pemerintahan

Kepala daerah di Pulau Sumbawa mulai bersuara.

Bupati Bima bahkan mengirim surat resmi kepada Gubernur NTB, memperingatkan bahwa kondisi hutan sudah sangat gundul dan memerlukan tindakan tegas.

Surat ini mencerminkan kegelisahan pemerintah daerah yang berada di garis depan dampak kerusakan ekologis.

Namun, lemahnya koordinasi antara kabupaten/kota dan provinsi menjadi masalah tersendiri.

Kewenangan pengelolaan hutan berada di tangan pemerintah provinsi, sementara dampak langsung dirasakan oleh pemerintah kabupaten/kota.

Celah koordinasi antarlevel ini sering dimanfaatkan pelaku perusakan hutan.

Hutan sebagai Cadangan Ekonomi dan Pemicu Bencana

Di daerah dengan pilihan ekonomi terbatas, hutan dipandang sebagai cadangan ekonomi terakhir.

Ekspansi lahan jagung, pembukaan hutan untuk pertanian, dan nilai jual kayu yang tinggi menjadi insentif kuat bagi masyarakat untuk merambah hutan.

Masalah ini diperparah oleh pembiaran yang telah berlangsung lama.

Pengawasan yang lemah, minimnya anggaran patroli, dan tumpang tindih kewenangan membuat penegakan hukum tidak konsisten.

Meskipun data menunjukkan penurunan luas lahan kritis di NTB dalam beberapa tahun terakhir, laju penurunan tersebut belum cukup untuk menahan bencana hidrometeorologi yang makin sering terjadi di Sumbawa.

Banjir dan longsor kini bukan lagi ancaman musiman, melainkan peringatan nyata dari alam atas hutan yang terus menyusut.


 

Penulis :
Aditya Yohan