Pantau Flash
HOME  ⁄  Nasional

Penambahan RTH di Jakarta Dikhawatirkan Jadi Celah Prostitusi Liar, Ini Analisis dan Solusinya

Oleh Gerry Eka
SHARE   :

Penambahan RTH di Jakarta Dikhawatirkan Jadi Celah Prostitusi Liar, Ini Analisis dan Solusinya
Foto: (Sumber: Sejumlah pekerja seks komersial (PSK) kabur dari lokasi prostitusi liar Gang Royal, Jalan Bandengan Utara III, Pekojan, Tambora, Jakarta Barat lantaran dikejar petugas Satpol PP, Selasa (11/3/2025) malam. (ANTARA/Risky Syukur).)

Pantau - Penambahan Ruang Terbuka Hijau (RTH) di Jakarta yang seharusnya menjadi ruang publik berkualitas kini menimbulkan kekhawatiran baru, menyusul temuan praktik prostitusi liar di sejumlah lokasi terbuka seperti Jalan Tubagus Angke, Gang Royal Tambora, dan Taman Jalan Daan Mogot.

Meski telah dilakukan penertiban berulang, praktik prostitusi tetap terjadi di ruang terbuka, memunculkan dilema antara pengembangan kota dan pengendalian aktivitas ilegal.

Penertiban Berulang Tak Hentikan Praktik Prostitusi

Salah satu lokasi yang menjadi perhatian adalah RTH Jalan Tubagus Angke, Jakarta Barat, yang ditertibkan besar-besaran oleh Satpol PP pada pertengahan 2025.

Petugas menemukan kondom berserakan, tenda-tenda liar, dan praktik prostitusi di malam hari yang tersembunyi oleh rimbunnya pohon dan minimnya pencahayaan.

"Saya sudah punya dua anak Pak..." teriak salah satu PSK yang diamankan dalam razia.

Gang Royal di Tambora juga menjadi lokasi langganan penertiban sejak 2021, namun praktik serupa terus berulang.

PSK beroperasi dari lapak dan warung kopi semi permanen, dan kerap kabur dibantu pria-pria pelindung saat razia.

Beberapa PSK yang ditangkap bahkan masih berusia remaja hingga ada yang lanjut usia.

Sementara itu, pada November 2025, dua pria pelaku prostitusi sesama jenis diamankan dari taman di Jalan Daan Mogot.

Penambahan RTH Justru Jadi Dilema Baru?

Muncul kekhawatiran bahwa penambahan RTH tanpa pengawasan yang ketat justru menciptakan ruang-ruang baru bagi praktik prostitusi terbuka.

Masalah klasik terus terjadi, yakni perpindahan lokasi praktik dari satu titik ke titik lainnya pasca penertiban.

Faktor utama yang mendorong prostitusi liar ini antara lain tingginya permintaan terhadap layanan murah, tekanan ekonomi pelaku, serta tidak adanya efek jera karena sanksi yang lemah dan tidak berkelanjutan.

Solusi: Pengawasan, Penertiban, dan Pemberdayaan

Pemerintah telah mengambil beberapa langkah konkret, seperti pemasangan 10 unit PJU (Penerangan Jalan Umum) dan kamera pengawas (CCTV) di taman Jalan Daan Mogot.

Upaya ini bertujuan meningkatkan visibilitas dan mencegah praktik ilegal pada malam hingga subuh.

Pengawasan vegetasi juga menjadi bagian penting, agar area terbuka tidak tertutup semak-semak yang mempermudah aktivitas tersembunyi.

Penertiban rutin tetap diperlukan untuk menekan laju prostitusi liar di ruang publik.

Namun, solusi jangka panjang menuntut lebih dari sekadar razia.

Diperlukan program rehabilitasi sosial, pemulihan ekonomi, serta kampanye kesehatan masyarakat terkait bahaya HIV/AIDS dan penyakit menular seksual lainnya.

Kementerian Sosial dan instansi terkait didorong untuk menyediakan alternatif pekerjaan yang legal dan bermartabat bagi para PSK.

Peran Masyarakat dan Laporan Cepat

Keterlibatan masyarakat juga menjadi bagian penting dalam sistem pengawasan.

Warga diminta melaporkan aktivitas mencurigakan melalui CRM (Cepat Respons Masyarakat) dan kanal resmi Pemprov DKI Jakarta.

Namun, masyarakat diimbau untuk tidak bertindak sendiri atau main hakim, melainkan mendukung sistem pengendalian yang terkoordinasi.

Kesimpulan

Prostitusi liar di ruang terbuka Jakarta menunjukkan bahwa penambahan fasilitas publik perlu dibarengi dengan sistem pengawasan dan pemberdayaan yang kuat.

Tanpa pendekatan holistik yang mencakup infrastruktur, sosial, ekonomi, dan moral, ruang-ruang publik yang seharusnya menjadi simbol kualitas hidup justru dapat dimanfaatkan untuk praktik ilegal.

Penulis :
Gerry Eka