Pantau Flash
HOME  ⁄  Nasional

Pengamat: Jika Penembakan 6 Pengikut HRS Operasi Intelijen, Maka Ini Gagal

Oleh Widji Ananta
SHARE   :

Pengamat: Jika Penembakan 6 Pengikut HRS Operasi Intelijen, Maka Ini Gagal

Pantau.com - Pengamat politik Rocky Gerung ikut bersuara terkait kasus penembakan terhadap 6 pendukung Habib Rizieq Shihab oleh polisi, di Tol Jakarta-Cikampek, Senin, 7 Desember 2020, dini hari. Disebutkan, sebelumnya sempat terjadi baku tembak antara FPI dan Polisi.

Menurutnya, untuk mengungkap kasus itu punya 2 pandangan. Yang pertama terus memburu fakta terkait peristiwa penembakan tersebut. Misalnya, sambung dia, dengan menghadirkan bukti-bukti autentik, yang menggambarkan kondisi kejadian.

"Mungkin kita perlu Sherlock Holmes, hanya dengan logika sederhana. Kalau kita coba menganilisis, tentu kita percaya bahwa harus dibuka dengan bukti-bukti. misalnya CCTV," ujarnya, seperti dikutip Pantau.com dari channel YouTube Rocky Gerung, Selasa (8/12/2020).

Baca juga: Muhammadiyah Pertanyakan Polisi Tanpa Seragam Dinas Bisa Lepaskan Tembakkan

Namun, lulusan Universitas Indonesia itu punya pemikiran lain. Dia mencoba mengaitkan peristiwa di Tol Japek tersebut sebagai salah satu operasi intelijen. Seperti diketahui, sejak kedatangannya di Tanah Air, Habib Rizieq Shihab sudah menjadi target operandi pemerintah.

Ia melanjutkan, jika benar penembakan pengikut Habib Rizieq adalah sebuah operasi intelijen maka hasilnya adalah sebuah kegagalan. Mengapa bisa disebut gagal, karena tidak senyap dan diketahui oleh target.

"Tapi kalau kita anggap suatu operasi intelijen, maka ini adalah operasi yang gagal. Karena ada korban. Operasi intelijen itu di mana-mana senyap, nah itu tembak-tembakkan ada korban, 6 orang, yang kalau itu dianggap membuntuti Habib Rizieq," tegas pria kelahiran Manado itu.

Baca juga: 6 Pendukung HRS Tewas, Muhammadiyah Minta Jokowi Tidak Hanya Formalistik

Menurutnya, telah terjadi tumpah tindih koordinasi dalam operasi membuntuti Habib Rizieq. Karena kasus yang ada di Tanah Air saat ini sudah kompleks. Kasus korupsi yang menjerat 2 menteri Jokowi dalam waktu berdekatan, hingga persaingan kursi Panglima TNi dan Kapolri.

"Apakah ada kekacauan koordinasi, indisiliner. Kalau dihubungkan dengan keadaan hari ini, ada soal Papua, persaiangan Panglima TNI, Kapolri, Menteri, kekacauan tingkat makro dimanfaatkan untuk hal mikro, seperti Habib Rizieq," paparnya.

Menurutnya, saat ini yang terpenting adalah bagaimana Istana Negara memberikan klarifikasi untuk memutus analisis dari masyarakat. 

"Kita memang sedang hidup dalam kecemasan total. Negera harus memperlihatkan wajah beradabnya itu. Apa kira-kira Jokowi akan ngomong. Apa yang akan diucapkan Menko Mahfud, Pak Prabowo. Istana itu harus secara cepat memberi keterangan kepada publik, apakah dengan hukum atau diberikan kepada dpr, Mau diplomasi itu apa saja, ya terserah," pungkasnya.

rn
Penulis :
Widji Ananta