Pantau Flash
HOME  ⁄  News

Tujuh Penjaga Hutan Wehea: Perjuangan Sunyi Melawan Deforestasi dan Ketidakpedulian

Oleh Gerry Eka
SHARE   :

Tujuh Penjaga Hutan Wehea: Perjuangan Sunyi Melawan Deforestasi dan Ketidakpedulian
Foto: (Sumber: Yuliana adalah Koordinator Kelompok Penjaga Hutan Wehea, dikenal dalam bahasa setempat sebagai Petkuq Mehuey. ANTARA/HO-Dok Yuliana.)

Pantau - Di tengah ancaman deforestasi dan keterbatasan fasilitas, Yuliana Wetuq bersama enam anggota timnya tetap teguh menjaga Hutan Lindung Wehea seluas 38.000 hektare di Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur.

Sebagai Koordinator Kelompok Petkuq Mehuey (penjaga hutan dalam bahasa Dayak Wehea), Yuliana memimpin patroli untuk melindungi hutan dari pencurian kayu gaharu, perburuan satwa liar, dan ketidakpedulian birokrasi.

"Tim saya saat ini sangat sedikit, hanya tujuh orang," ujar Yuliana.

Pos jaga mereka minim fasilitas: lampu redup, aki penampung daya surya rusak, dan akses komunikasi terbatas hanya 2–4 jam per hari melalui Starlink.

Lebih dari Penjagaan: Pendidikan, Regenerasi, dan Harapan

Hutan Wehea adalah habitat penting bagi orangutan, macan dahan, dan ribuan spesies flora lain.

Namun peran Yuliana dan timnya tidak berhenti di penjagaan.

Mereka aktif mencatat data fenologi, memantau keanekaragaman hayati, serta melakukan regenerasi pelindung hutan dengan melibatkan pemuda dari enam desa dan mengedukasi pelajar dari SD hingga SMA.

Tujuannya jelas: menjaga ikatan generasi muda Dayak Wehea dengan hutan sebagai bagian dari identitas dan sumber kehidupan mereka.

Namun upaya itu kerap terganjal kondisi infrastruktur yang rusak—jembatan putus, jalan licin, motor tua yang sering terjatuh ke parit.

"Fasilitas kami tidak memadai. Kalau jalan licin, motor jatuh masuk parit," keluh Yuliana.

Meski tak ada bengkel atau bantuan darurat, mereka tetap menjalankan tugas.

Operasional mereka bertahan berkat dukungan dari dua LSM: Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN) dan Conservation Action Network (CAN).

"Walaupun hanya beberapa orang saja, kami sangat berterima kasih karena masih ada yang peduli," ujarnya.

Sementara dari pemerintah, bantuan yang diterima sangat minim—hanya seragam, satu motor bekas, dan sosialisasi.

"Perbaikan jalan dan jembatan masih harus minta sana-sini. Lama baru ditanggapi," tambahnya.

Hutan sebagai Lumbung Kehidupan, Bukan Sekadar Lahan

Bagi masyarakat adat Dayak Wehea, hutan adalah supermarket, apotek, dan sumber air bersih alami.

"Hutan adalah lumbung kehidupan," tegas Yuliana.

"Menjaga hutan itu sama dengan menjaga kehidupan. Di dalamnya terdapat sumber oksigen yang memberi manfaat banyak, bukan hanya untuk masyarakat sekitar, tetapi untuk masyarakat Indonesia, bahkan dunia."

Tahun ini, Yuliana berinisiatif menggandeng enam perusahaan swasta untuk membantu perawatan jalan hutan, karena harapan pada bantuan formal semakin tipis.

Meski hanya tujuh orang, mereka tetap berdiri di garis depan menjaga paru-paru dunia.

Yuliana menutup dengan harapan:

"Tolonglah diperhatikan betul masalah hutan yang kami lindungi, agar tetap terjaga dan lestari selamanya."

Artikel ini mengingatkan bahwa tanpa dukungan nyata dari publik, pemerintah, dan sektor swasta, Hutan Wehea bisa runtuh mengancam kehidupan masyarakat Dayak Wehea dan masa depan lingkungan global.

Penulis :
Gerry Eka