
Pantau - Kebijakan PSSI yang melarang suporter away untuk datang di pertandingan Liga Indonesia dan penjualan tiket Timnas Indonesia melawan Argentina, dinilai memperlihatkan bahwa PSSI mengabaikan peran suporter.
Hal ini diungkapkan dalam konferensi pers yang dilakukan Paguyuban Suporter Timnas Indonesia (PSTI) di kampus Universitas 17 Agustus 1945 (UTA '45) Jakarta.
Ketua Umum PSTI Ignatius Indro menyatakan, PSSI telah melakukan keputusan yang mengarahkan kesalahan kepada suporter untuk menutup kesalahan yang dilakukan oleh PSSI sendiri.
"PSSI lempar tanggung jawab dan menyerahkan kesalahan kepada suporter dan menganggap suporter sebagai biang kerusuhan. Padahal sampai saat ini tidak ada hal yang dilakukan untuk meningkatkan kualitas suporter," ujar Indro.
Sementara terkait Timnas Indonesia melawan Timnas Argentina, menurut dia pertandingan tersebut hanyalah hiburan semata. Peran suporter dalam mendukung Timnas Indonesia, kata Indro, terkesan diabaikan dalam momentum itu.
"Pertandingan ini hanya berupa hiburan dan menghilangkan suporter yang akan mendukung Timnas Indonesia. Peluang suporter mendukung Timnas ini menjadi hilang akibat, pertama harganya mahal, lalu istilah war tiket ini membatasi suporter dalam mendapatkan tiket," papar dia.
Harga tiket yang tidak murah, juga menunjukkan bahwa pertandingan tersebut hanya berorientasi bisnis.
"Dan harga tiket ini bukti juga bahwa diperuntukkan untuk mencari untung dan mengabaikan bagaimana situasi di dalam stadion nanti. Siapa nanti membela Timnas? Suporter yang membela Timnas ini benar-benar terabaikan," jelas dia.
PSTI mengaku sudah mencoba berkomunikasi kepada PSSI terkait persoalan ini. Namun, sejauh ini tak mendapatkan respons positif. Padahal, suporter senantiasa loyal mendukung Timnas di manapun berada, tanpa pamrih.
"Sebenarnya selama ini kita selalu mengikuti perjuangan dari Timnas ya, di manapun kita selalu akan berusaha datang, tapi kan dengan tiket yang harga segitu, sudah dapat keuntungan besar, tapi kita juga diabaikan," jelas Indro.
"Kita tetap mau bayar kok, tapi kita butuh link untuk mendapatkan tiket anggota kita," imbuhnya.
Sementara Bendahara Umum PSTI, Brian Matthew menyatakan tindakan tersebut menunjukkan PSSI hanya menjadikan suporter sebagai komoditas bisnis, dan tidak menjadikan suporter sebagai bagian stakeholder sepak bola.
"Saya melihat keputusan yang dilakukan PSSI hanya menjadikan suporter menjadi obyek yang dipakai sebagai komoditas bisnis bukan menjadi bagian dari stakeholder sepak bola Indonesia," kata Brian yang juga menjabat Wakil Rektor II Universitas 17 Agustus 1945 (UTA '45) Jakarta ini.
Dewan Pembina PSTI Parto Bangun menambahkan, pelarangan suporter away adalah bukti ketidakmampuan PSSI mengelola kompetisi dan industri sepak bola.
"Pelarangan itu jelas menunjukan ketidak mampuan PSSI mengelola kompetisi dan industri sepakbola. Sementara pertandingan melawan Argentina murni untuk bisnis dan pencitraan Ketua Umum-nya Erick Thohir, karena pertandingan ini tidak melibatkan suporter sebagai pemain ke-12," ujar Parto.
Adapun Sekjen PSTI Abe Tanditasik menilai, PSSI tidak tahu dan tidak mau tahu akan keberadaan suporter.
"Padahal suporter itu adalah pemain kedua-belas bagi timnya. Dipikirnya tribun itu cuma sekedar penonton. Ini olahraga, bukan sekedar hiburan! Tapi saya nggak heran ya, wong hari ini makhluk pandir, nggak tahu apa-apa soal sepak bola saja bisa jadi exco!," tandas Abe.
Hal ini diungkapkan dalam konferensi pers yang dilakukan Paguyuban Suporter Timnas Indonesia (PSTI) di kampus Universitas 17 Agustus 1945 (UTA '45) Jakarta.
Ketua Umum PSTI Ignatius Indro menyatakan, PSSI telah melakukan keputusan yang mengarahkan kesalahan kepada suporter untuk menutup kesalahan yang dilakukan oleh PSSI sendiri.
"PSSI lempar tanggung jawab dan menyerahkan kesalahan kepada suporter dan menganggap suporter sebagai biang kerusuhan. Padahal sampai saat ini tidak ada hal yang dilakukan untuk meningkatkan kualitas suporter," ujar Indro.
Sementara terkait Timnas Indonesia melawan Timnas Argentina, menurut dia pertandingan tersebut hanyalah hiburan semata. Peran suporter dalam mendukung Timnas Indonesia, kata Indro, terkesan diabaikan dalam momentum itu.
"Pertandingan ini hanya berupa hiburan dan menghilangkan suporter yang akan mendukung Timnas Indonesia. Peluang suporter mendukung Timnas ini menjadi hilang akibat, pertama harganya mahal, lalu istilah war tiket ini membatasi suporter dalam mendapatkan tiket," papar dia.
Harga tiket yang tidak murah, juga menunjukkan bahwa pertandingan tersebut hanya berorientasi bisnis.
"Dan harga tiket ini bukti juga bahwa diperuntukkan untuk mencari untung dan mengabaikan bagaimana situasi di dalam stadion nanti. Siapa nanti membela Timnas? Suporter yang membela Timnas ini benar-benar terabaikan," jelas dia.
PSTI mengaku sudah mencoba berkomunikasi kepada PSSI terkait persoalan ini. Namun, sejauh ini tak mendapatkan respons positif. Padahal, suporter senantiasa loyal mendukung Timnas di manapun berada, tanpa pamrih.
"Sebenarnya selama ini kita selalu mengikuti perjuangan dari Timnas ya, di manapun kita selalu akan berusaha datang, tapi kan dengan tiket yang harga segitu, sudah dapat keuntungan besar, tapi kita juga diabaikan," jelas Indro.
"Kita tetap mau bayar kok, tapi kita butuh link untuk mendapatkan tiket anggota kita," imbuhnya.
Sementara Bendahara Umum PSTI, Brian Matthew menyatakan tindakan tersebut menunjukkan PSSI hanya menjadikan suporter sebagai komoditas bisnis, dan tidak menjadikan suporter sebagai bagian stakeholder sepak bola.
"Saya melihat keputusan yang dilakukan PSSI hanya menjadikan suporter menjadi obyek yang dipakai sebagai komoditas bisnis bukan menjadi bagian dari stakeholder sepak bola Indonesia," kata Brian yang juga menjabat Wakil Rektor II Universitas 17 Agustus 1945 (UTA '45) Jakarta ini.
Dewan Pembina PSTI Parto Bangun menambahkan, pelarangan suporter away adalah bukti ketidakmampuan PSSI mengelola kompetisi dan industri sepak bola.
"Pelarangan itu jelas menunjukan ketidak mampuan PSSI mengelola kompetisi dan industri sepakbola. Sementara pertandingan melawan Argentina murni untuk bisnis dan pencitraan Ketua Umum-nya Erick Thohir, karena pertandingan ini tidak melibatkan suporter sebagai pemain ke-12," ujar Parto.
Adapun Sekjen PSTI Abe Tanditasik menilai, PSSI tidak tahu dan tidak mau tahu akan keberadaan suporter.
"Padahal suporter itu adalah pemain kedua-belas bagi timnya. Dipikirnya tribun itu cuma sekedar penonton. Ini olahraga, bukan sekedar hiburan! Tapi saya nggak heran ya, wong hari ini makhluk pandir, nggak tahu apa-apa soal sepak bola saja bisa jadi exco!," tandas Abe.
- Penulis :
- M Rizki