Pantau Flash
HOME  ⁄  Pantau Pemilu 2024

Fenomena Kotak Kosong di Pilkada Makin Marak, Guspardi: Bukti Kegagalan Kaderisasi!

Oleh Aditya Andreas
SHARE   :

Fenomena Kotak Kosong di Pilkada Makin Marak, Guspardi: Bukti Kegagalan Kaderisasi!
Foto: Anggota Komisi II DPR RI, Guspardi Gaus. (foto: dpr.go.id)

Pantau - Anggota Komisi II DPR RI, Guspardi Gaus mengkritik maraknya fenomena calon tunggal dalam Pilkada 2024.

Menurutnya, fenomena ini merupakan dampak dari kegagalan partai politik (parpol) dalam menjaring kader yang kompeten.

"Hal ini diperparah oleh munculnya koalisi besar yang mengaburkan pilihan dan persaingan yang kompetitif," dalam keterangannya di Jakarta, Rabu (18/9/2024).

Guspardi menilai, munculnya kotak kosong dalam Pilkada 2024 dapat melemahkan legitimasi pemimpin terpilih serta hubungan antara pemimpin dan rakyat. 

Ia mengingatkan, meskipun Pilkada dengan calon tunggal melawan kotak kosong dapat dilanjutkan sesuai peraturan yang ada, penting untuk memastikan proses tersebut berlangsung secara transparan dan adil untuk menjaga kepercayaan publik terhadap demokrasi.

Guspardi menambahkan, tidak ada proses edukasi pemilih yang memadai dalam kasus calon kepala daerah yang melawan kotak kosong. 

Jika kotak kosong menang di daerah yang hanya memiliki calon tunggal, ia menilai pilkada ulang pada 2025 harus dipertimbangkan sebagai salah satu alternatif.

"Ke depan harus dilakukan perbaikan regulasi, yaitu revisi UU Pilkada. Dengan perubahan regulasi, diharapkan dapat menutup kesempatan bagi calon tunggal," tegasnya.

Guspardi juga menambahkan, adanya putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 60 Tahun 2024 diharapkan dapat meminimalisir kehadiran calon tunggal. 

Ia menilai, jika fenomena calon tunggal terus berlanjut, hal tersebut menunjukkan kegagalan partai dalam memberikan pendidikan politik yang memadai kepada kader dan pengurusnya.

“Jika ada calon tunggal, itu berarti para partai yang ada 18 ini gagal memberikan pendidikan politik kepada para kader dan pengurusnya. Ini mengkerdilkan partai itu sendiri dan menunjukkan ketidakmampuan dalam memajukan kadernya,” ujar Guspardi.

Guspardi menegaskan, memilih kotak kosong tetap merupakan hak pemilih yang merasa tidak cocok dengan pasangan calon yang disodorkan. 

"Memilih kotak kosong adalah hak para pemilih yang merasa tidak cocok dengan paslon yang ada," tutupnya.

Penulis :
Aditya Andreas