HOME  ⁄  Pantau Ramadhan

Sahur Lupa Baca Niat Apakah Tetap Sah Puasanya? Ini Penjelasan dari Empat Madzhab

Oleh Sofian Faiq
SHARE   :

Sahur Lupa Baca Niat Apakah Tetap Sah Puasanya? Ini Penjelasan dari Empat Madzhab
Foto: ilustrasi seseorang baca niat saat sahur - freepik

Pantau - Niat dalam agama islam merupakan salah satu syarat sah untuk melaksanakan puasa. Niat merupakan keputusan hati yang disertai dengan kesadaran untuk menjalankan ibadah puasa.

Oleh karena itu, sangat penting untuk berniat sebelum memulai puasa. Namun dalam waktu tertentu, terkadang kita lupa membaca niat melakukan puasa Ramadan.

Jika berdasarkan penjelasan dari NU, seseorang yang lupa atau tidak sengaja tidak berniat puasa saat sahur, puasanya tetap sah selama dia masih memiliki niat untuk menjalankan puasa sebelum fajar menyingsing.

Dalam hal ini, dia dapat berniat di dalam hati setelah menyadari bahwa telah lupa niat sebelumnya. Niat yang disampaikan secara lisan tidak diperlukan, tetapi kehadiran niat di dalam hati adalah yang utama.

Sebenarnya, apakah sah puasa tanpa sahur dan niat? Berikut pandangan menurut empat madzhab:

1. Niat puasa menurut madzhab Asy-Syafi'i

Menurut madzhab Asy-Syafi'i, niat merupakan rukun puasa, bukan sekadar syarat sah atau syarat wajib saja. Sementara sahur tidak masuk rukun dan syarat sah puasa.

Niat puasa menurut madzhab Asy-Syafi'i harus selalu diperbaharui pada setiap hari puasa. Dan harus juga diinapkan, yakni dilakukan di malam hari sebelum tiba waktu fajar, meskipun sedari waktu maghrib, dan meskipun di malam tersebut ia melakukan sesuatu yang dapat membatalkan puasa karena puasa hanya dihitung saat siang hari saja.

Menurut madzhab Asy-Syafi'i, niat puasa itu ditanamkan di dalam hati dengan mengucapkan, "Saya berniat untuk berpuasa Ramadhan esok hari.." atau "Saya berniat untuk berpuasa nadzar esok hari.."

Menurut madzhab Asy-Syafi'i, niat puasa juga tidak dapat terwakilkan dengan hanya memakan sesuatu di waktu sahur saja, pada puasa apapun, kecuali jika saat makan itu terbetik di dalam pikirannya akan berpuasa di esok hari dan meniatkannya dengan niat puasa.

Begitu juga jika waktunya sudah sangat mendesak dan hampir mendekati waktu menyingsingnya fajar, yakni waktu imsak atau waktu subuh, sedangkan ia belum makan sahur, makan dengan sahurnya itu sudah dianggap sebagai niat berpuasa.

Baca Juga: Batas Waktu Terakhir Makan Sahur: Imsak atau Subuh?

2. Niat puasa menurut madzhab Hanafi

Menurut madzhab Hanafi, niat puasa Ramadan adalah syarat sah puasa, di samping suci dari haid dan nifas. Sementara, sahur tidak masuk syarat sah puasa.

Niat puasa menurut madzhab Hanafi sudah dianggap cukup apabila seseorang sudah menanamkan di dalam hati bahwa ia akan berpuasa Ramadan, misalnya. Namun disunnahkan baginya untuk melafalkan niat tersebut.

Niat puasa Ramadan harus terus dilakukan setiap hari, namun niat tersebut sudah terwakilkan apabila seseorang melakukan makan sahur, kecuali jika orang itu saat makan pada waktu sahur berniat bukan untuk berpuasa.

Dalam penejelasaanya, madzhab Hanafi, diperbolehkan berniat puasa saja tanpa menyebutkan jenis puasanya. Namun, lebih afdhal jika niat tersebut mencakup jenis puasa yang dilakukan dan menginapkannya di malam hari.

3. Niat puasa menurut madzhab Maliki

Menurut pendapat yang diunggulkan dalam madzhab Maliki, niat bukanlah termasuk rukun puasa, melainkan masuk syarat sahnya. 

Dengan kata lain, menurut madzhab Maliki, tidak sah puasa tanpa berniat, baik itu puasa wajib maupun puasa sunnah. Sementara sahur tidak masuk syarat sah puasa.

Niat yang dimaksud dalam madzhab Maliki adalah niat untuk berpuasa, sementara niat untuk mendekatkan diri kepada Allah hanyalah niat yang dianjurkan.

Di dalam berniat menurut madzhab Maliki juga diwajibkan untuk menentukan puasa yang akan dilakukan. Apabila seseorang telah meniatkan puasa secara khusus, setelah itu dia ragu apakah saat itu ia berniat melakukan puasa sunnah atau puasa nadzar, atau puasa qadha, maka puasa tersebut dianggap puasa sunnah saja.

Menurut mahdzab Maliki, niat berpuasa cukup dilakukan satu kali jika waktu berpuasanya dilakukan setiap hari seperti puasa Ramadhan atau puasa kafarah, selama puassaanya terus berkesinambungan.

Jika puasa terputus, misalnya karena sakit atau bepergian atau semacamnya, makan niat berpuasa harus diinapkan pada setiap malamnya selama masih dalam kondisi seperti itu. 

Setelah pulih sama sekali atau tidak bepergian lagi, maka satu kali niat sudah cukup untuk puasa-puasa selanjutnya.

Bila puasa Ramadhan diqadha, atau untuk berpuasa yang tidak dilakukan setiap hari, menurut madzhab Maliki, niat puasa harus dilakukan setiap malam, tidak cukup hanya diniatkan satu kali pada malam pertama saja.

Baca Juga: Fakta Sikat Gigi Usai Sahur Sah atau Tidak? Ini Hukumnya!

4. Niat puasa menurut madzhab Hambali

Menurut madzhab Hambali, niat puasa adalah syarat sah puasa, di samping bersih dari darah haid dan nifas. Sahur tidak masuk syarat sah puasa.

Waktu berniat puasa boleh dilakukan kapan saja sejak terbenamnya matahari hingga fajar menyingsing untuk puasa wajib. 

Sementara untuk puasa sunnah maka niatnya boleh dilakukan meskipun sudah lewat tengah hari, asalkan belum melakukan hal-hal yang membatalkan puasa seperti makan atau minum sebelum dia berniat.

Dalam berniat puasa, menurut madzhab Hambali, harus tentukan puasa yang akan dilakukan, misalnya hendak puasa Ramadhan atau puasa lainnya, namun tidak harus menyertakan kefardhuannya.

Niat puasa juga harus dilakukan setiap kali hendak berpuasa setiap harinya, baik puasa Ramadhan atau puasa yang lain.


Perlu diingat! disarankan untuk selalu berusaha mengingatkan diri sendiri untuk berniat puasa secara jelas dan tegas sebelum memulai sahur.

Hal ini dapat membantu memperkuat kesadaran dan konsistensi dalam menjalankan ibadah puasa dengan sebaik-baiknya.

Baca Juga: Hikmah Puasa Bagi Kesehatan Fisik dan Psikis

Penulis :
Sofian Faiq
Editor :
Sofian Faiq