
Pantau - Terkadang banyak sekali umat muslim yang masih menanyakan soal hukumnya makan di restoran yang jual babi meski memilih menu ayam. Lantas bagaimana hukumnya?
Saat seseorang hendak makan di restoran yang mengandung menu babi, maka banyak kekhawatiran yang muncul tentang halal dan haram dari makanannya.
Dalam Islam, hukum makan daging babi adalah haram atau tidak diperbolehkan. Daging babi diharamkan dalam ajaran Islam karena dianggap sebagai makanan yang najis.
Pernyataan tentang haramnya daging babi dijelaskan dalam Al Baqarah ayat 173 yang berbunyi:
اِنَّمَا حَرَّمَ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةَ وَالدَّمَ وَلَحْمَ الْخِنْزِيْرِ وَمَآ اُهِلَّ بِهٖ لِغَيْرِ اللّٰهِۚ فَمَنِ اضْطُرَّ غَيْرَ بَاغٍ وَّلَا عَادٍ فَلَآ اِثْمَ عَلَيْهِۗ اِنَّ اللّٰهَ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ ١٧٣
innamâ ḫarrama 'alaikumul-maitata wad-dama wa laḫmal-khinzîri wa mâ uhilla bihî lighairillâh, fa manidlthurra ghaira bâghiw wa lâ 'âdin fa lâ itsma 'alaîh, innallâha ghafûrur raḫîm
Artinya : "Sesungguhnya Dia hanya mengharamkan atasmu bangkai, darah, daging babi, dan (daging) hewan yang disembelih dengan (menyebut nama) selain Allah. Akan tetapi, siapa yang terpaksa (memakannya), bukan karena menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang."
Tidak hanya di Surah Al Baqarah, dalam Surah Al-Ma'idah ayat 3, Surah Al-An'am ayat 145, dan Surah An-Nahl ayat 115 menjelaskan kalau makan daging babi itu haram.
Namun, mengenai hukum makan di restoran yang menjual menu babi, status hukumnya harus diperinci. Jika makanan di restoran tersebut bisa dipastikan najis karena yakin bercampur dengan daging babi atau pada saat diolah bercampur dengan daging babi, maka hukumnya adalah haram.
Tetapi, jika makanan tersebut bisa dipastikan suci dan tidak terkontaminasi dengan daging babi, maka hukumnya tidak menjadi masalah. Ini sebagaimana disebutkan oleh Syaikh Abu Bakar Syatha dalam kitab I’anatut Thalibin berikut:
قاعدة وهي أن ما أصله الطهارة وغلب على الظن تنجسه لغلبة النجاسة في مثله فيه قولان معروفان بقولي الأصل والظاهر أو الغالب أرجحهما أنه طاهر. وذلك كثياب خمار وحائض وصبيان وأواني متدينين بالنجاسة أى أواني مشركين متدينين باستعمال النجاسة كطائفة من المجوس يغتسلون بأبوال البقر تقربا… في المغني سئل ابن الصلاح عن الجوخ الذي اشتهر على ألسنة الناس أن فيه شحم الخنزير فقال لايحكم بنجاسته الا بتحقق النجاسة
Artinya: "(Kaidah) yaitu setiap makanan yang asalnya suci dan ada dugaan najis karena pada umumnya makanan seperti itu najis, di sini ada dua pendapat yang terkenal dengan mengikuti dua kaidah asal,"
Namun yang jelas atau dari dua pendapat tersebut adalah makanan tadi dihukumi suci. Misalnya seperti baju khimar, baju perempuan haid dan anak-anak, wadah orang-orang musyrik yang biasa menggunakan najis, seperti sekelompok orang majusi yang mandi kencing sapi sebagai bentuk ibadah.
Dalam kitab Al-Mughni disebutkan bahwa Ibnu Shalah pernah ditanya mengenai keju yang diisukan ada minyak babinya. Beliau menjawab; Ia tidak dihukumi najis kecuali sudah tampak nyata kenajisannya.
Dalam praktiknya, sebaiknya seorang Muslim memilih restoran yang menjual makanan halal dan tidak menjual daging babi. Jika terdapat restoran yang menjual menu babi dan menu halal secara bersamaan.
Umat Muslim dianjurkan sebaiknnya memastikan bahwa makanan yang dipilih adalah yang halal dan tidak terkontaminasi dengan daging babi.
Jadi, kesimpulannya adalah hukum makan di restoran yang menjual babi dalam Islam adalah haram. Namun, jika makanan yang dipilih adalah yang halal dan tidak terkontaminasi dengan daging babi, maka hukumnya tidak menjadi masalah
- Penulis :
- Sofian Faiq