
Pantau - Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI telah mengeluarkan surat penghentian hak-hak keuangan dan fasilitas lainnya, termasuk ruang kerja, untuk Ngurah Arya Wedakarna.
Surat tersebut, bernomor RT.01/215/DPDRI/III/2024 dan tertanggal 5 Maret 2024, ditandatangani oleh Deputi Bidang Administrasi, Lalu Niqman Zahir.
Langkah ini merupakan tindak lanjut dari Keputusan Presiden Nomor 35/P Tahun 2024 mengenai peresmian pemberhentian antar waktu anggota DPD dan anggota MPR masa jabatan 2019-2024.
"Dengan telah diresmikannya pemberhentian Bapak (Arya Wedakarna), sebagaimana dalam keputusan presiden tersebut di atas, maka dengan demikian segala hak keuangan, administratif, serta fasilitas lainnya dihentikan," begitu bunyi surat tersebut, yang dikutip pada Rabu (6/3/2024).
Selain itu, surat tersebut juga mengandung larangan bagi Arya Wedakarna untuk menggunakan fasilitas kerja di Gedung DPD RI.
"Sehubungan dengan hal tersebut, maka Bapak (Arya Wedakarna) tidak diperkenankan lagi menggunakan fasilitas gedung/ruang kerja serta fasilitas lainnya, termasuk menggunakan kop surat dan administrasi lainnya atas nama anggota DPD RI Provinsi Bali," lanjut isi surat tersebut.
Arya Wedakarna diminta untuk segera mengambil barang-barang pribadinya yang masih berada di ruang kerja, dengan batas waktu maksimal hingga 12 Maret.
Hal ini karena ruangan tersebut akan digunakan oleh anggota DPD hasil Pergantian Antar Waktu (PAW) untuk menggantikan Arya Wedakarna.
Kepala Kantor Sekretariat Jenderal DPD Provinsi Bali, Putu Rio Rahdiana, telah menerima surat tersebut dan akan mengikuti keputusan yang ada. Dia juga telah menerima arahan dari pusat, yakni DPD RI.
"Sudah ada arahan dari pusat untuk kami yang berada di daerah. Kami akan mengikuti arahan tersebut dan menunggu hingga tanggal 12 Maret," ujarnya.
Sementara itu, Arya Wedakarna merasa curiga karena seharusnya surat tersebut bersifat rahasia. Namun, dia merasa heran karena surat tersebut telah tersebar luas.
"Niat politiknya sangat terlihat. Secara umum, saya menganggap ini hanya sebagai hal administratif. Belum tentu menjadi kenyataan. Kami akan menunggu hasil gugatan kami di PTUN dan PN Jakarta. Kami akan menghormati hukum," ujarnya.
- Penulis :
- Aditya Andreas