
Pantau - Wakil Menteri Komunikasi dan Digital, Nezar Patria, menyatakan bahwa stasiun televisi tidak bisa lagi hanya berperan sebagai lembaga penyiaran, melainkan harus bertransformasi menjadi perusahaan teknologi konten yang inovatif dan tetap menjunjung tinggi jurnalisme yang berintegritas.
Televisi di Tengah Gelombang Perubahan Teknologi
Nezar menegaskan bahwa masa depan industri televisi sangat ditentukan oleh kemampuan mereka dalam mengadopsi kecerdasan artifisial (artificial intelligence/AI) ke seluruh lini produksi dan distribusi.
"Televisi lain harus melihat dirinya bukan hanya sebagai stasiun penyiaran, tapi sebagai perusahaan teknologi konten. Teknologi, terutama AI, harus masuk ke semua aspek, dari ruang redaksi sampai distribusi", ungkapnya.
Ia menyebut bahwa dunia kini memasuki era media 3.0, di mana algoritma dan AI menjadi pengendali utama dalam konsumsi informasi oleh masyarakat.
Penonton tidak lagi mencari tayangan secara manual, tetapi menerima rekomendasi secara personal melalui asisten berbasis AI.
Pergeseran ini dianggap mengancam pola penyiaran tradisional yang masih mengandalkan jadwal tetap dan sistem siaran linier.
"Kendali konten kini ada di tangan AI. Bukan lagi manusia yang menentukan. Ini mengubah cara orang menonton, dan mengguncang model distribusi media konvensional", ia mengungkapkan.
Peluang dan Tantangan AI dalam Dunia Penyiaran
Meskipun membawa tantangan besar, AI juga membuka peluang baru bagi televisi untuk meningkatkan efisiensi dan kualitas layanan.
AI dapat mempercepat proses produksi konten, meningkatkan kualitas audio-visual, serta membantu redaksi dalam menganalisis data penonton guna pengambilan keputusan editorial.
"AI bisa membantu kerja redaksi, tapi jangan sepenuhnya diserahkan pada mesin. Tetap harus ada human in the loop, agar berita tidak kehilangan akurasi dan nilai etikanya", tegas Nezar.
Ia juga memperingatkan tentang risiko penyalahgunaan teknologi seperti deepfake, disinformasi, dan hallucinated data yang dapat merusak kredibilitas jurnalisme.
Nezar mencontohkan kasus di Australia, di mana sebuah lembaga survei besar dikenai denda sebesar 440 ribu dolar karena terbukti menggunakan data palsu yang dihasilkan oleh AI.
Kementerian Komunikasi dan Digital, menurutnya, terus mendorong media nasional untuk memanfaatkan teknologi secara bijak, tanpa mengorbankan nilai-nilai jurnalisme.
"Teknologi bisa dipelajari, tapi jurnalisme harus tetap jadi nyawa kita. Media yang bertahan bukan yang paling cepat beradaptasi secara teknis, tapi yang tetap menyajikan informasi benar dan membela kepentingan publik", ujarnya.
- Penulis :
 - Ahmad Yusuf
 - Editor :
 - Ahmad Yusuf
 








