
Pantau - Indonesia mendapat sorotan dalam Forum Dialog Wadah Pemikir China (Guangxi)-ASEAN 2025 yang digelar di Nanning, Tiongkok, pada 20–21 Desember 2025, karena potensinya dalam pengembangan kecerdasan buatan (AI) di kawasan Asia Tenggara.
Tang Liangjun, Sekretaris Jenderal Kamar Dagang Usaha Kecil dan Menengah India-China, menyebut Indonesia sebagai negara dengan ekonomi dan populasi terbesar di ASEAN yang kini sedang memasuki tahap awal penelitian dan pengembangan (litbang) AI.
ASEAN Didorong Kerja Sama AI dan Transformasi Digital
Forum ini bertujuan menjaring gagasan dari pemerintah, akademisi, peneliti, dan pelaku industri di China dan negara-negara ASEAN guna memperkuat kolaborasi dalam aplikasi AI dan transformasi digital.
"Beberapa pihak dari kalangan bisnis dan akademisi di negara-negara seperti Thailand, Malaysia, dan Kamboja, yang mengetahui bahwa saya telah aktif di China selama bertahun-tahun, meminta saya untuk membantu memperkenalkan sejumlah lembaga dan perusahaan terkemuka yang terlibat dalam penelitian AI serta mengupayakan kerja sama litbang lintas perbatasan," ujar Tang.
Forum tahun ini mengangkat tema “Konektivitas Cerdas ASEAN, Nasib Bersama – Gambaran Baru Kerja Sama China-ASEAN”, dengan topik utama meliputi:
Evolusi situasi internasional
Zona Perdagangan Bebas China-ASEAN 3.0
Pemberdayaan kecerdasan digital dan kerja sama AI
Keterkaitan industri dan pengembangan aturan bersama
Kolaborasi dengan negara-negara Global South
Gao Zhikai, Wakil Direktur Center for China and Globalization (CCG), menekankan bahwa ASEAN adalah mitra dagang terbesar China, dengan potensi besar untuk kerja sama teknologi masa depan.
"Ke depannya, kita harus bersama-sama mempromosikan interkonektivitas dan interoperabilitas, memanfaatkan teknologi baru secara bersama-sama, serta mencapai pengembangan yang saling menguntungkan," ujarnya.
Guangxi dan Digital Silk Road Jadi Basis Inisiatif AI Regional
Forum ini juga menyoroti peran Guangxi sebagai pintu utama kerja sama ASEAN-China, yang kini memanfaatkan kebijakan nasional untuk mengembangkan AI dan mendorong inovasi ilmiah.
Guangxi mengonsolidasikan keunggulan kebijakan, platform, dan sumber daya agar menjadi kawasan kerja sama AI yang strategis di Asia Tenggara.
Zhao Rui, Wakil Presiden Akademi Ilmu Sosial China, menyampaikan bahwa kerja sama teknologi antara China dan ASEAN akan berdampak signifikan pada stabilitas regional dan tata kelola global.
"Ke depannya, kita harus terus memperdalam pertukaran teknologi dan belajar bersama, meningkatkan dampak pemberdayaan kecerdasan digital, bersama-sama menstimulasi momentum baru bagi kerja sama China-ASEAN, serta menjaga prinsip pengembangan inklusif dan bersama, berfokus menjembatani kesenjangan kecerdasan," tegasnya.
Ong Tee Keat, Presiden Kaukus Inisiatif Sabuk dan Jalur Sutra Asia-Pasifik di Malaysia, menyampaikan bahwa pembaruan FTA China-ASEAN 3.0 harus fokus pada ekonomi digital, ekonomi hijau, dan konektivitas rantai pasokan.
Lei Lei Thein dari Institut Studi Strategis dan Internasional Myanmar menyerukan percepatan ratifikasi dan implementasi Protokol FTA 3.0 untuk memperkuat perdagangan kawasan.
Forum ini diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah Otonom Etnis Zhuang Guangxi bersama sejumlah lembaga akademik dan instansi pemerintah China, serta didukung oleh Aliansi Wadah Pemikir Digital Silk Road China-ASEAN.
Salah satu hasil penting forum adalah peluncuran Inisiatif Nanning tentang Kerja Sama AI Aliansi Wadah Pemikir 'Digital Silk Road' (China-ASEAN) melalui pertemuan meja bundar lintas negara.
- Penulis :
- Gerry Eka







