
Pantau - Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) menyelenggarakan webinar mengenai penguatan keterampilan digital masyarakat Indonesia bernama #MakinCakapDigital 2024 di Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan, Senin (21/4/2024).
Tema yang diangkat adalah "Menolak Diam: Perempuan Berani Melawan Pelecehan Seksual di Dunia Maya".
Sebagai narasumber dalam webinar ini hadir influencer sekaligus CEO PT Pesona Pariwisata Papua Ika Palimbunga, Anggota Jaringan Pegiat Literasi Digital (Japelidi) Ade Irma Sukmawati, serta Dosen UPN Veteran Jakarta dan Relawan REDAXI Puri Bestari Mardani.
Berdasarkan survei Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) Tahun 2023, pengguna internet di Indonesia mencapai 215,62 juta atau setara 78,19 persen dari total populasi Indonesia. Di saat yang bersamaan, pertumbuhan pengguna yang masif ini membuka ruang yang lebih luas terhadap potensi meningkatnya penyalahgunaan teknologi informasi dan komunikasi (TIK), maupun internet.
Pengukuran status literasi digital Indonesia 2023 terhadap 38 provinsi melaporkan bahwa kemampuan masyarakat Indonesia dalam memanfaatkan TIK semakin membaik dalam setahun terakhir. Indeks literasi digital Indonesia di awal 2023 ada di level 3,54 dari skala 1-5. Artinya, secara umum literasi digital masyarakat Indonesia ada di level "sedang". Indeks tersebut sedikit meningkat dibanding 2020 lalu yang ada di level 3,46.
Terkait bagaimana mengenali pelecehan seksual kepada perempuan di dunia maya, Ika menjelaskan, ada beberapa cara yang menandainya. Di antaranya adalah seseorang yang mengirimkan pesan tak diinginkan dengan konten bermuatan seksual. Ada pula mereka yang meminta secara paksa gambar atau video pribadi yang sifatnya intim.
"Tak hanya itu, komentar yang tidak pantas di media sosial, misalnya, berupa komentar atau lelucon yang tidak pantas, merendahkan, atau merugikan secara seksual juga bisa merupakan tanda pelecehan," kata Ika.
Ika melanjutkan, mereka yang rentan mengalami pelecehan seksual di dunia maya adalah perempuan, anak-anak dan remaja, komunitas LGBTQ+, penyandang disabilitas, atau mereka yang berkebutuhan khusus. Pada dasarnya, pelecehan seksual di dunia maya tidak memandang jenis kelamin dan batasan usia.
Sementara itu, Ade Irma Sukmawati memaparkan cara merespons ancaman atau pelecehan seksual di dunia maya, yaitu dengan melapor dan mengajukan permohonan perlindungan diri ke Dinas Perlindungan Perempuan dan Anak, melakukan report konten dan akun ke platform media sosial, serta mengumpulkan bukti-bukti tangkapan layar (screenshot) untuk dilaporkan ke pihak berwajib.
"Saat berinteraksi di dunia maya, pahami risiko saat membagi informasi personal di ruang digital. Pastikan telah melindungi informasi personal saat membagikannya pada orang yang dikenal dan kompeten dalam interaksi digital," tuturnya.
Puri Bestari Mardani menambahkan, perempuan juga perlu membentuk komunitas online untuk saling mendukung, berbagi pengalaman, dan memperkuat posisi mereka dalam melawan pelecehan. Komunitas itu berfungsi sebagai tempat bagi korban untuk mendapatkan perlindungan, dukungan, dan bantuan yang dibutuhkan. Juga sebagai wadah untuk edukasi dan pencegahan kejahatan seksual.
"Upaya perempuan dalam menghadapi pelecehan di dunia maya tidak dapat dilakukan sendiri.
Dibutuhkan kolaborasi dengan berbagai pihak untuk menciptakan solusi yang komprehensif, seperti korban pelecehan, publik, pemerintah, dan pengelola platform media sosial," katanya.
- Penulis :
- Fadly Zikry