
Pantau - Pemerintah Indonesia akhirnya menargetkan pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) masuk dalam komponen energi nasional pada tahun 2032.
Langkah ini diambil karena upaya menyediakan energi non-fosil masih belum signifikan, sementara Indonesia memiliki komitmen untuk mencapai Emisi Bersih Nol (Net Zero Emission) pada tahun 2060.
Rencana dimulai dengan pembangunan Reaktor Modular Kecil (small modular reactor atau SMR) berkekuatan 250 MW yang dijadwalkan dimulai pada 2027.
Dirjen EBTKE Kementerian ESDM, Eniya Listiani menjelaskan, alasan pemerintah tetap memprioritaskan PLTN sebagai tambahan energi, meskipun fokus pada pengembangan listrik dari energi baru terbarukan (EBT) terus berjalan.
"Jika dilihat lebih jauh dalam NZE (Net Zero Emission), kita akan habis menggunakan geothermal dan hydro, sehingga tambahannya adalah nuklir," ujarnya.
Eniya mengatakan, target pertama PLTN dengan kapasitas 250 MW masuk dalam kategori SMR dan dijadwalkan mulai beroperasi pada 2032.
"Untuk PLTN pertama, Indonesia akan menggunakan PLTN dengan skala Small Modular Reactor (kapasitas di bawah 300 MW) yang diperkirakan waktu pembangunannya sekitar 5 tahun," bebernya.
Namun, teknologi SMR yang akan digunakan masih dalam pertimbangan, termasuk jenis bahan bakar yang akan dipakai.
"Belum menentukan model SMR ini dari teknologi yang mana. Dan dengan pendingin model HTGR ataupun Moltensalt. Dan dengan bahan baku jenis apa, Uranium atau Thorium atau sejenisnya," tambah Eniya.
Meski energi nuklir akan menjadi tambahan, fokus pemerintah tetap pada energi terbarukan utama, seperti tenaga surya, bayu (angin), dan panas bumi.
"Namun, jika dilihat lebih jauh dalam Net Zero Emission (target emisi bersih nol), kita akan habis menggunakan geothermal dan hydro, sehingga tambahannya adalah nuklir," pungkasnya.
- Penulis :
- Aditya Andreas








