Pantau Flash
HOME  ⁄  Hukum

Banyak Pejabat Miliki Harta Kekayaan Tak Wajar, Bukti Urgensi RUU Perampasan Aset

Oleh Aditya Andreas
SHARE   :

Banyak Pejabat Miliki Harta Kekayaan Tak Wajar, Bukti Urgensi RUU Perampasan Aset
Pantau - Terbongkarnya skandal harta kekayaan sejumlah oknum pejabat di Kementerian Keuangan (Kemenkeu) yang tak wajar membuat RUU Perampasan Aset kembali muncul ke permukaan.

Hal ini berawal dari kasus yang menjerat mantan pejabat Kanwil Ditjen Pajak Jakarta Selatan, Rafael Alun Trisambodo. Dalam LHKPN 2021, hartanya mencapai Rp56,1 miliar.

Selanjutnya, Menko Polhukam Mahfud MD mengungkapkan, PPATK telah mengendus adanya transaksi mencurigakan senilai Rp300 triliun yang bergerak di Kemenkeu selama 2009-2023.

Transaksi itu terdiri atas 200 laporan yang diduga melibatkan 460 orang di Kemenkeu. PPATK sudah menyampaikan laporan tersebut terhadap Kemenkeu namun tidak memperoleh respon.

Urgensi RUU Perampasan Aset


Ketua PPATK periode 2002-2011, Yunus Husein mendorong agar DPR RI segera membahas kembali tentang RUU Perampasan Aset. RUU ini diketahui masuk dalam Prolegnas Prioritas 2023.

Saat ini, beleid itu sedang dalam tahap harmonisasi di pemerintah lintas kementerian dengan Kemenkumham sebagai leading sector.

"RUU Perampasan Aset bisa menjangkau hasil kejahatan yang diusahakan, dibisniskan, dan menghasilkan keuntungan yang sebelumnya tidak terhenti," terang Yunus, Senin (13/3/2023).

Yunus mengemukakan, RUU Perampasan Aset menghilangkan kesempatan pelaku untuk menikmati hasil kejahatannya. RUU ini juga bisa mengatasi aset hasil kejahatan yang dibawa kabur ke luar negeri.

"Dengan disahkannya RUU ini, diharapkan bisa lebih banyak menyelamatkan kerugian negara terutama kasus tindak pidana korupsi," lanjutnya.

Sebagai informasi, naskah akademik RUU Perampasan Aset sesungguhnya sudah selesai sejak 2012 lalu. Namun, selama bertahun-tahun RUU ini seolah menghilang tanpa kejelasan.

Desakan untuk mengesahkan RUU ini semakin mengemuka setelah publik menyoroti gaya hidup mewah para pejabat, khususnya di Kemenkeu.
Penulis :
Aditya Andreas