
Pantau - Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri mengkritik keras rencana pembangunan Bandara Internasional Bali Utara. Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto menjelaskan alasan Megawati menolak keras pembangunan bandara tersebut.
"Pembangunan bandara lebih digerakkan para pemodal besar dengan pembenaran statistik kemajuan, namun di tingkat implementasinya berbenturan dengan berbagai persoalan seperti pembelian tanah rakyat secara masif. Ujung-ujungnya rakyat hanya menjadi penonton, terlebih dengan begitu banyak investor asing yang akan digalang untuk menggarap bandara internasional tersebut. Saat ini baru ada rencana saja, sudah terjadi perburuan tanah rakyat. Hal ini tidak boleh terjadi," kata Hasto dalam keterangannya, Kamis (19/1/2023).
Hasto melanjutkan, dalam jangka menengah, pembangunan bandara tersebut akan diikuti dengan berbagai infrastruktur turisme yang lebih berorientasi pada keuntungan investor semata. Selain itu, menurutnya, derasnya orang asing yang masuk dipastikan akan merubah kultur Bali.
"Kekuatan Bali itu terletak pada kultur yang hidup, menyatu, dan menumbuhkan jiwa spiritualitas yang otentik. Hal inilah yang menjawab mengapa atmosfir kehidupan Bali sangat khas, ada kehidupan spiritual yang menyatu dengan alam. Berbagai aspek spiritualitas ini menjadi kekuatan Bali, dan inilah yang dijaga Ibu Megawati," tutur Hasto.
"Saya pribadi diajarkan Ibu Megawati untuk membuka alam rasa dan alam pikir kami agar bisa 'berbicara' dengan semesta melalui balutan spiritualitas yang sungguh luar biasa," lanjut Hasto.
Hasto menilai lebih baik menggunakan pendekatan berbeda, daripada membangun Bandara Internasional di Bali Utara. Dia mengusulkan adanya penguatan koneksi antara Surabaya, Banyuwangi, dan Bali.
"Karena itulah lebih baik digunakan pendekatan berbeda. Memperkuat interkoneksi antara Surabaya, Banyuwangi, dan Bali, khususnya Bali Utara sebagaimana digagas Bu Mega adalah pilihan yang sangat progresif dan tepat. Kemudian pembangunan infrastruktur di Bali yang lebih ramah lingkungan guna meningkatkan aksesibilitas terhadap Bali Utara," ujarnya.
Selain itu, dia menilai yang terpenting saat ini untuk Bali adalah menggali nilai-nilai peradaban Bali, bukan memasukkan budaya asing. "Langkah terpenting sekarang ini justru menggali keseluruhan nilai-nilai peradaban Bali. Falsafah kebahagiaan melalui Tri Hita Karana misalnya, sangat tepat ditransformasikan untuk Indonesia dan dunia. Di situlah peran penting penting Bali, bukan malah mereduksinya dengan Bandara Internasional di Bali Utara," pungkasnya.
"Pembangunan bandara lebih digerakkan para pemodal besar dengan pembenaran statistik kemajuan, namun di tingkat implementasinya berbenturan dengan berbagai persoalan seperti pembelian tanah rakyat secara masif. Ujung-ujungnya rakyat hanya menjadi penonton, terlebih dengan begitu banyak investor asing yang akan digalang untuk menggarap bandara internasional tersebut. Saat ini baru ada rencana saja, sudah terjadi perburuan tanah rakyat. Hal ini tidak boleh terjadi," kata Hasto dalam keterangannya, Kamis (19/1/2023).
Hasto melanjutkan, dalam jangka menengah, pembangunan bandara tersebut akan diikuti dengan berbagai infrastruktur turisme yang lebih berorientasi pada keuntungan investor semata. Selain itu, menurutnya, derasnya orang asing yang masuk dipastikan akan merubah kultur Bali.
"Kekuatan Bali itu terletak pada kultur yang hidup, menyatu, dan menumbuhkan jiwa spiritualitas yang otentik. Hal inilah yang menjawab mengapa atmosfir kehidupan Bali sangat khas, ada kehidupan spiritual yang menyatu dengan alam. Berbagai aspek spiritualitas ini menjadi kekuatan Bali, dan inilah yang dijaga Ibu Megawati," tutur Hasto.
"Saya pribadi diajarkan Ibu Megawati untuk membuka alam rasa dan alam pikir kami agar bisa 'berbicara' dengan semesta melalui balutan spiritualitas yang sungguh luar biasa," lanjut Hasto.
Hasto menilai lebih baik menggunakan pendekatan berbeda, daripada membangun Bandara Internasional di Bali Utara. Dia mengusulkan adanya penguatan koneksi antara Surabaya, Banyuwangi, dan Bali.
"Karena itulah lebih baik digunakan pendekatan berbeda. Memperkuat interkoneksi antara Surabaya, Banyuwangi, dan Bali, khususnya Bali Utara sebagaimana digagas Bu Mega adalah pilihan yang sangat progresif dan tepat. Kemudian pembangunan infrastruktur di Bali yang lebih ramah lingkungan guna meningkatkan aksesibilitas terhadap Bali Utara," ujarnya.
Selain itu, dia menilai yang terpenting saat ini untuk Bali adalah menggali nilai-nilai peradaban Bali, bukan memasukkan budaya asing. "Langkah terpenting sekarang ini justru menggali keseluruhan nilai-nilai peradaban Bali. Falsafah kebahagiaan melalui Tri Hita Karana misalnya, sangat tepat ditransformasikan untuk Indonesia dan dunia. Di situlah peran penting penting Bali, bukan malah mereduksinya dengan Bandara Internasional di Bali Utara," pungkasnya.
- Penulis :
- Fadly Zikry