
Pantau.com - Kementerian Perhubungan berencana menghapus diskon untuk operator ojek dan taksi online di Indonesia. Menurut Pendiri Institute for Competition and Policy Analysis (ICPA), Syarkawi Rauf, yang juga Mantan Ketua Komisioner KPPU Periode 2015-2018, rencana pengaturan promo bisa menghindari praktek jual rugi (predatory pricing).
Praktek promo tidak wajar kata Syarkawi, pada akhirnya merugikan mitra pengemudi transportasi online dengan hilangnya posisi tawar terhadap aplikator.
"Promo tidak wajar tujuannya cuma satu yaitu menghancurkan kompetisi dan mengarah pada monopoli. Ini akhirnya yang rugi mitra pengemudi dan konsumen," ungkapnya dalam keterangan tertulisnya.
Dia menambahkan, hilangnya posisi tawar mitra pengemudi akibat cuma ada satu pemain dominan di pasar sudah terjadi di Singapura dan Filipina, saat Uber hengkang dari Asia Tenggara.
"Buktinya, komisi pengawas persaingan usaha kedua negara menjatuhkan sanksi kepada pemain yang mengakuisisi Uber," tambahnya.
Baca juga: Reaksi Gojek dan Grab dengan Rencana Kemenhub Hapus Diskon
Seperti yang diungkap oleh Competition and Consumer Commission of Singapore(CCCS), saat Grab menjadi pemain monopoli di Singapura, KPPU Singapura (CCCS) menerima komplain dari mitra pengemudi tentang kenaikan tingkat komisi yang diambil oleh aplikator dari penghasilan driver.
Menurut CCCS, Grab juga sempat mengurangi jumlah poin insentif yang didapatkan driver (lewat program GrabRewards Scheme) di bulan Juli 2018, dan meningkatkan syarat performa driver untuk mendapatkan poin tersebut. Setelah monopoli, Grab juga ditemukan telah memberlakukan kewajiban esklusifitas (exclusivity obligations) kepada perusahaan taksi, perusahaan sewa mobil dan mitra drivernya. Temuan-temuan oleh CCCS ini berakhir pada denda lebih dari Rp140 miliar yang harus dibayarkan oleh Grab.
Di negara lain, Philippine Competition Commission(PCC) juga menemukan bahwa sejak Grab menjadi pemain dominan di Filipina, perusahaan tersebut gagal menjaga persaingan sehat pada harga, promosi pelanggan, insentif driver, dan kualitas layanan, sehingga berakhir pada denda dari KPPU Filipina (PCC) sebesar Rp4 miliar.
Meski, pembuktian adanya persaingan tidak sehat atau praktek predatory pricing oleh pihak berwenang dalam hal ini Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) membutuhkan waktu lama.
Baca juga: Berikut Penampakan Uji Coba LRT Jakarta, Bisa Daftar di Lokasi Lho
Pemerintah, kata Syarkawi, bisa memastikan terciptanya iklim usaha yang sehat di Indonesia dengan mengatur persaingan yang sehat antara pemain, dan perlindungan konsumen.
"Dalam kasus transportasi online, negara harus hadir untuk memastikan bahwa tidak ada ancaman bagi iklim persaingan usaha sehat hanya gara-gara perilaku salah satu perusahaan yang promo jor-joraan dan menjurus pada matinya pesaing-pesaing lain," tambah Syarkawi.
Ia juga menegaskan bahwa sebaiknya Pemerintah mengkaji ulang peraturan di transportasi online khususnya Permenhub 12/2019 untuk memastikan praktek persaingan tidak sehat berbalut promo tidak terus berlanjut, karena ini rentan terhadap pelanggaran undang-undang persaingan usaha tidak sehat, dan akan menjadi preseden yang tidak baik bagi industri lain di Indonesia.
Lebih jauh, Syarkawi memberikan usulan bahwa Permenhub 12/2019 dapat dikaji ulang agar dapat membatasi praktek promo berlebihan yang dilakukan oleh operator transportasi online dan/atau pihak-pihak yang terkait dengan operator tersebut. Kemudian memberikan sanksi tegas bagi pihak yang melanggar peraturan batasan promo berlebihan.
- Penulis :
- Nani Suherni