Pantau Flash
HOME  ⁄  Internasional

Buta Akibat Proyektil Polisi Hong Kong, Jurnalis Indonesia Ini Cari Jawaban

Oleh Kontributor NPW
SHARE   :

Buta Akibat Proyektil Polisi Hong Kong, Jurnalis Indonesia Ini Cari Jawaban

Pantau.com - Lebih dari dua bulan usai insiden penembakan proyektil oleh polisi antihuru-hara Hong Kong yang menyebabkan kebutaan, jurnalis Indonesia Veby Mega Indah, masih mencari jawaban dari otoritas terkait.

29 September silam, Indah termasuk di antara sekelompok jurnalis yang meliput salah satu dari ratusan bentrokan antara polisi dan demonstran anti-pemerintah yang terjadi selama hampir enam bulan terakhir di Hong Kong.

"Saya melakukan streaming waktu itu. Pada satu titik, ada beberapa pengunjuk rasa yang muncul. Polisi membidik mereka. Saya mendengar seseorang jurnalis di belakang saya berteriak 'Jangan tembak! Kita semua jurnalis'. Sedetik kemudian, saya mendengar suara ledakan dan aku melihat asap dari tangga, lalu proyektil itu masuk ke mata kananku," papar Indah.

Padahal sejak itu, para jurnalis termasuk Indah berpisah dari para pengunjuk rasa. Mereka juga mengenakan rompi kuning cerah untuk mengidentifikasi diri mereka dengan helm bertuliskan PRESS, lengkap dengan kartu identitas sebagai pekerja media.

Menurut wartawan Associated Press di tempat kejadian ketika Indah terluka, polisi mundur dari jembatan penyeberangan di distrik Wan Chai. Polisi mengatakan bahwa mereka mengambil tindakan sebagai tanggapan terhadap pengunjuk rasa yang melemparkan benda-benda dari jembatan.

Baca juga: Begini Kabar Terbaru Jurnalis Indonesia yang Tertembak di Hong Kong

Tak ada kelanjutan

Indah memiliki pengacara yang mengajukan kasusnya terhadap polisi Hong Kong, tetapi sejauh ini tanpa hasil. Ia telah mengajukan pengaduan dan meminta nama petugas yang menembakkan proyektil karet.

"Sejauh ini saya tidak melihat investigasi yang tepat dilakukan meskipun saya sudah mengajukan pengaduan," kata Indah, dikutip Al Jazeera, Jumat (6/12/2019).

"Keadilan sangat penting dalam kasus ini, karena kasus ini bukan hanya tentang saya, itu juga membawa keadilan bagi semua orang yang terluka di Hong Kong."

Pada konferensi polisi 29 November, juru bicara Kong Wing-cheung membantah polisi berjalan lambat dalam kasus Indah. Kong mengatakan pihak yang bertanggung jawab untuk menangani keluhan terhadap polisi telah berbicara dengan pengacaranya, tetapi itu "melibatkan banyak prosedur hukum".

"Dan dalam mendistribusikan informasi yang berbeda, kita semua harus mempertimbangkan semua alasan hukum, apakah akan memberi atau menolak untuk memberikan informasi," katanya.

Legislator lokal Claudia Mo mengemukakan kasus Indah pada hari Rabu (4/12) dalam sebuah pertanyaan kepada Sekretaris Keamanan Hong Kong John Lee, yang mengalihkan fokus ke perlindungan diri polisi dan kasus-kasus yang jarang terjadi dari para pemrotes yang menyamar sebagai wartawan untuk memfasilitasi kegiatan mereka.

Baca juga: Curhat Yuli Riswanti: Diperiksa Tanpa Busana dan Dideportasi dari Hong Kong

Lebih dari dua bulan setelah dibutakan oleh apa yang dia yakini sebagai proyektil yang ditembakkan oleh polisi anti huru hara, Indah masih mencari jawaban dari otoritas Hong Kong (Vincent Yu/AP)

"Orang-orang di tempat kejadian (termasuk praktisi media) harus memperhatikan dan mengikuti instruksi yang diberikan oleh petugas polisi dan menjaga jarak yang sesuai," kata Lee dalam balasan tertulisnya. "Ini akan mencegah penyumbatan operasi penegakan polisi, serta menghindari cedera pribadi," katanya.

Kasusnya ini menggambarkan risiko yang dihadapi oleh para pekerja media di saat meliput protes yang semakin ganas. Tidak diketahui secara pasti berapa jumlah jurnalis yang telah mengalami luka akibat gas air mata, semprotan merica, proyektil yang dilemparkan oleh kedua belah pihak, atau ejekan umum bahkan pelecehan verbal.

Perempuan berusia 39 tahun ini bekerja untuk media Indonesia di Hong Kong, yakni Suara News. Indah mengaku, dirinya masih berniat untuk terus bekerja di Hong Kong yang telah menjadi rumahnya sejak 2012.  "Saya masih ingin menjadi jurnalis, saya masih ingin melanjutkan pekerjaan saya. Saya masih tidak tahu seberapa jauh saya bisa melakukannya. Ini pertanyaan yang membuat saya terjaga di setiap malam," ujarnya.

Polisi menggunakan kekerasan terhadap pengunjuk rasa, pekerja media, dan anggota masyarakat telah menjadi salah satu pendorong utama menjaga gerakan protes tetap hidup di kota ini.

Para kritikus mengatakan pasukan yang dulunya dihormati secara luas telah menggunakan taktik yang semakin brutal dengan impunitas virtual, dan menuntut komisi independen untuk menyelidiki tuduhan tersebut.

Penulis :
Kontributor NPW