
Pantau.com - Dosen Filsafat Universitas Indonesia Rocky Gerung merasa Mahkamah Konstitusi sengaja menunda proses gugatan uji materi Pasal 222 UU Pemilu No 7 tahun 2017. Rocky menduga ada persekongkolan yang terjadi hingga gugatan tak kunjung diproses.
"Ada semacam kegalauan di publik menunggu kepastian dari MK. Sekarang terasa mandek karena sinyal dari MK ada penundaan terus menerus. Bagi mereka yang bisa membaca politik, di dalam penundaan selalu ada persekongkolan," kata Rocky saat menjadi pembicara di diskusi 'Hapus Ambang Batas Nyapres' di kantor PP Muhammadiyah, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (31/7/2018).
Baca juga: PPP: Pertemuan Jokowi dan Sekjen Parpol Bukan Bahas Cawapres
Rocky merupakan salah satu pihak yang ikut menggugat aturan presidential threshold tersebut ke MK. Hampir dua bulan pasca gugatan itu dilayangkan, Rocky menilai MK justru memamerkan irasionalitas dengan penundaan yang dilakukan.
"Seolah-olah MK menganggap kalian semua masuk neraka jadi enggak usah nunggu fatwa. Itu konyol kan. Padahal di awalnya (gugatan) ini dianggap untuk mem-back up satu golongan partai, terutama Prabowo, SBY. Padahal sekarang mereka sudah berkoalisi, enggak peduli lagi dengan threshold. Dia bisa maju tanpa threshold," ucapnya.
Baca juga: PAN Ogah Tiru SBY Pasrahkan Nama Cawapres ke Prabowo
"Kita menginginkan MK melakukan peran yudisial aktivisme aktif untuk menghasilkan demokrasi. Tapi yang ada sekarang ini pasif. Kita bertanya kenapa dia pasif padahal keadaan di luar sangat aktif, keadaan politik sangat dinamis dan orang menunggu fatwa dari MK," pungkas Rocky.
- Penulis :
- Adryan N