
Pantau.com - Permasalahan terorisme seakan menjadi permasalahan yang sulit untuk diberantas, terlebih dengan berkembangnya teknologi informasi dan komunikasi saat ini.
Bahkan, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto mewaspadai adanya perubahan strategi dari kelompok ISIS dalam menyebarkan paham radikalisme.
"Sebelumnya, pola penyebaran dilakukan secara terpusat melalui pertemuan tertutup dengan jumlah pengikut terbatas atau convergence, kini berubah menjadi lebih tersebar dan bervariasi dengan memanfaatkan media sosial seperti Twitter, Telegram, Facebook, dan Whatsapp, atau disebut `'divergence'," ujar Wiranto dalam keterangan tertulisnya yang diterima di Jakarta, Kamis (26/4/2018).
Informasi tersebut disampaikan Menko Polhukam saat menjadi pembicara dalam pertemuan Konferensi Tingkat Tinggi yang membahas tentang masalah keamanan global di Sochi, Rusia, pada Rabu, 25 April 2018.
Ia juga menyebut para ekstrimis ISIS itu kini juga memodifikasi pola strategi dalam melancarkan serangan teror. Menurutnya, ISIS dalam melakukan serangannya kerap beraksi sebagai satu organisasi. Namun, kini serangan-serangan tersebut muncul dalam unit yang lebih kecil, atau bahkan atas prakarsa sendiri yang dikenal sebagai lone wolf.
Strategi itu, kata Menko Polhukam, sudah semakin sering dilakukan oleh organisasi teror untuk mengamankan jaringan serta untuk meningkatkan taktik pola serangan mereka.
Baca juga: BNPT Waspadai Paham Radikal Sasar Remaja Melalui Dunia Maya
Wiranto menerangkan, untuk melancarkan strategi penyerangannya, ISIS kini juga didukung oleh teknologi finansial modern. Transaksi finansial yang dilakukan oleh organisasi teror tersebut menjadi lebih canggih dan sulit dilacak.
"Dengan perkembangan teknologi ini, kita semua harus lebih bersiap dengan memperkuat kerja sama yang berkelanjutan," tutur dia.
Pemerintah Indonesia telah mengambil langkah dan tindakan, tidak hanya melalui langkah hukum atau hard approach, tetapi juga dengan pendekatan secara personal atau soft approach, misalnya menerapkan kebijakan untuk melakukan deradikalisasi melalui kontraradikalisasi, kontraopini, kontranarasi, serta kontraideologi kepada para mantan teroris atau eks napiter (narapidana kasus terorisme).
"Ada sekitar 600 eks napiter yang mengikuti program deradikalisasi dan hanya tiga dari jumlah tersebut yang kembali melakukan aksi terorisme. Juga ada 124 eks napiter yang telah berubah menjadi agen perdamaian yang bertugas menyampaikan pesan damai kepada publik dan orang-orang yang rentan terkena virus radikalisasi," ungkap Wiranto.
Baca juga: BNPT Klaim Penanganan Terorisme di Indonesia Disanjung Australia
Ia menambahkan, pemerintah juga terus berupaya mencegah aksi terorisme melalui dunia siber, dengan cara membentuk beberapa unit kerja untuk mengantisipasi berkembangnya rekruitmen lone wolf melalui teknologi siber.
Polri, kata dia, secara khusus menangani kejahatan siber dan multimedia, sementara Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) telah membentuk Pusat Media Damai.
Politisi Hanura itu mengatakan, bahwa untuk melawan aksi terorisme, pemerintah juga harus segera mungkin mengambil langkah untuk menghancurkan atau melemahkan kapasitas finansial mereka.
Menurut dia, Pemerintah Indonesia dalam hal itu telah melakukan langkah konkret dengan membuat mekanisme keuangan yang memenuhi standar internasional dalam melawan Pencucian Uang dan Pendanaan Terorisme (Money Laundering and Terrorism Financial/ MLTF).
Indonesia juga telah mengikuti Mutual Evaluation Review (MER) yang dilakukan oleh Asia-Pasific Group (APG) dalam pemeriksaan MLTF beberapa bulan lalu, ungkap Wiranto.
Pada kesempatan itu, Menko Polhukam juga mengajak seluruh peserta KTT untuk bersama-sama memperkuat upaya hukum, berbagi informasi dan data inteligen, serta mengontrol daerah perbatasan dan teknologi siber melalui berbagai mekanisme kerja sama internasional, agar aksi terorisme bisa diantisipasi.
"Untuk terus menghadapi tantangan ini, mari kita bersama-sama memperkuat upaya dalam mencegah dan membasmi terorisme dengan memperkuat kerja sama baik secara bilateral, regional, maupun internasional," tutupmya.
- Penulis :
- Dera Endah Nirani