
Pantau.com - Bagi mereka yang tertarik melakukan penelitian mengenai sejarah Indonesia lewat penerbitan koran Sin Po, sekarang akan dipermudah karena dokumentasi koran yang terbit di Jakarta sekarang tersedia secara digital.
Melansir ABC, Jumat (26/10/2018), Monash University di Melbourne mendokumentasikan semua koleksi koran Sin Po menjadi digital. Peluncurannya dilakukan hari Kamis (25 Oktober 2018) di kampus tersebut di Clayton, sekitar 23 kilometer dari pusat kota Melbourne.
Ini merupakan pertama kalinya di dunia koleksi yang sebelumnya berbentuk koran didigitalkan sehingga bisa diakses lebih mudah bagi mereka yang tertarik untuk mempelajari baik dari sisi akademis maupun untuk alasan lain.
Menurut Dr. Rheny Pulungan, seorang warga Indonesia yang sekarang bekerja di Perpustakaan Monash University mengatakan, proyek untuk mendigitalkan koleksi koran Sin Po dilakukan sejak setahun terakhir.
Selain untuk melestarikan informasi yang ada di dalam koran-koran tersebut, Rheny Pulungan mengatakan, selama ini banyak peneliti yang ingin mengakses koran Sin Po harus datang langsung ke Monash.
"Dengan proyek digitalisasi ini, akses terhadap koran Sinpo sebagai bagian dari sejarah akan lebih luas," kata Rheny kepada wartawan ABC Australia Sastra Wijaya.
Baca juga: Wow, Bangkai Kapal Tertua yang Belum Terjamah Selama 2.400 Tahun Ditemukan di Laut Hitam
Monash University memang memiliki salah satu koleksi terlengkap di dunia penerbitan dari Indonesia sejak jaman Indonesia belum merdeka hingga sekarang.
Salah satu universitas lainya Leiden Universitet di Belanda juga banyak memiliki koleksi serupa.
Seorang pembicara Dr. Tom Hoogervorst dari Universitas Leiden merasa sangat terbantu dengan ketersediaaan koleksi Sin Po secara online, karena ia sedang melakukan penelitian mengenai campuran bahasa yang digunakan dalam tulisan-tulisan di Sin Po.
Menurut Hoogervorst, Leiden sendiri sampai sekarang belum bisa melakukan digitalisasi atas koleksi penerbitan yang mereka miliki.
Koran Sin Po merupakan bagian penting dari sejarah Indonesia karena sebelumnya sudah banyak diberitakan sebagai koran pertama yang menggunakan kata Indonesia untuk menggantikan "Hindia Olanda" kawasan yang dulunya dijajah Belanda, yang merdeka di tahun 1945.
Koran Sin Po juga merupakan surat kabar pertama pada bulan November 1928, yang menyiarkan lagu Indonesia Raya ciptaan Wage Rudolf Supratman, ketika media lain tidak berani memuat lagu yang kemudian menjadi lagu kebangsaan Indonesia.
Perpustakaan Monash memiliki berita mingguan Sin Po dari bulan April 1923 hingga bulan Desember 1941 dalam bentuk kertas, dan dari bulan Mei sampai 1950 dalam bentuk microfilm walau tidak lengkap.
Sebagian dari koleksi yang ada di Monash juga berasal dari Prof. Emeritus Charles Koppel dari Melbourne University, yang banyak melakukan penelitian mengenai etnis Tionghoa di Indonesia sebagai bagian dari kepakarannya mengenai Indonesia.
Baca juga: Lima Papyrus di Museum Alkitab Ternyata Palsu
Menjalin hubungan lebih dekat dengan Indonesia
Melanjutkan tema Indonesia, semalam dihadapan sekitar 150 undangan, Monash University juga meluncurkan sebuah Pusat bernama Herb Feith Indonesian Engagement Center dengan direkturnya adalah Prof. Ariel Heryanto.
Pusat ini diharapkan akan menjadi wadah bagi para mahasiswa maupun peneliti di Monash untuk lebih terlibat dan berinteraksi dengan Indonesia.
Dalam sambutannya, Wakil Presiden Senior Monash University Prof. Marc Parlange mengatakan, keterlibatan Monash dengan Indonesia sudah berlangsung sejak dibukanya program pengajaran bahasa Indonesia di tahun 1964.
"Monash University merupakan universitas yang paling banyak memiliki mahasiswa asal Indonesia yang belajar di luar negeri di dunia ini," kata Prof. Parlange.
Menurut Prof. Ariel Heryanto, didirikannya pusat ini agar para peneliti Monash akan lebih banyak bergaul, bekerja sama atau bersekutu dengan Indonesia dalam berbagai bidang.
"Di masa lalu, Indonesia seringkali hanya dijadikan objek studi saja," kata Ariel.
Dalam rencananya di tahun 2019, pusat ini akan melakukan kegiatan seperti melakukan seminar setiap bulan, memberikan kuliah umum, dan konferensi di Australia dan Indonesia, serta memberikan pelatihan pengembangan profesional.
Herb Feith diabadikan menjadi nama pusat 'engagement center' karena dianggap menjadi simpul pertalian antara Monash dan Indonesia.
Herb Feith semasa hidupnya pernah menjadi tenaga akademis di Monash yang banyak melakukan penelitian dan kegiatan yang bertalian dengan Indonesia.
Baca juga: Gereja Bersejarah 150 Tahun Hangus Dilahap Si Jago Merah Usai Disambar Petir
- Penulis :
- Noor Pratiwi