
Pantau.com - Warga Australia membelanjakan lebih dari $ 27,5 miliar dolar tahun lalu, dan belanja online tumbuh lebih cepat dari yang diperkirakan. Namun, rupanya layanan beli sekarang bayar kemudian dapat memungkinkan barang dikirim kembali sebelum dilakukan pembayaran.
Laporan e-commerce tahunan Australia Post menemukan peningkatan 24 persen dalam pengeluaran, dengan belanja online kurang lebih menyumbang 10 persen dari total ritel.
Tidak hanya parsel yang dikirim ke pelanggan sebagai pertimbangan penting bagi pengecer, ada juga barang yang kembali dengan cara lain. Diperkirakan 7,6 juta rumah tangga Australia berbelanja online pada tahun 2018, menurut Australia Post.
Baca juga: Lebaran Sebentar Lagi, Toko di Tanah Abang Tebar Diskon Habiskan Stok
"Butuh lompatan besar tahun lalu dan apa yang kami lihat tahun ini adalah kelanjutan dari pertumbuhan itu," kata manajer umum e-commerce Australia Post Ben Franzi.
"Itu berarti kita mungkin akan menjangkau 12 atau 14 persen dari total belanja ritel yang dilakukan secara online dalam beberapa tahun mendatang," terangnya.
Semakin populernya acara penjualan seperti Black Friday dan Cyber Monday yang diimpor Amerika pada November menjadi bulan terbesar untuk penjualan online, diikuti oleh Desember.
Rupanya layanan pengembalian gratis, proses pengembalian dana dapat membuktikan rintangan bagi pembeli, dengan menunggu uang untuk masuk kembali ke akun mereka sehingga menghalangi sebagian dari mereka menerima uangnya kembali.
Tetapi "beli sekarang, bayar nanti" (BNPL) juga menjadi masalah di masa lalu. Australia Post menemukan BNPL menyumbang hampir 7 persen dari pembayaran online tahun lalu dan sekitar setengahnya adalah untuk pembelian pakaian.
Baca juga: Duh! Lagi-lagi China, Industri Internet Juga Berakar di China
Dikutip ABC, platform seperti Afterpay tidak memerlukan pembayaran dimuka dan membagi biaya menjadi angsuran, mengumpulkan biaya dari pengecer, bukan pembelanja.
Pihak berwenang khawatir bahwa beberapa orang muda terlibat hutang yang tidak mampu mereka bayar melalui layanan seperti Afterpay.
Itu berarti pelanggan dapat mengembalikan barang sebelum pembayaran pertama keluar dari akun mereka, tanpa ada uang yang tersisa dari tangan mereka dan pengecer membayar tagihan.
"Jika itu bukan masalah yang dipertimbangkan pengecer, saya benar-benar berpikir mereka seharusnya karena itu adalah cara belanja yang berbahaya yang dilakukan oleh kaum Millenial dalam jumlah yang lebih besar setiap saat," kata Arnott.
Ikon Anna Lee mengatakan tidak ada perbedaan yang signifikan dalam perilaku pelanggan yang membeli menggunakan Afterpay, dibandingkan dengan mereka yang membayar di muka.
rn- Penulis :
- Nani Suherni