Pantau Flash
HOME  ⁄  Nasional

Pantau Sorot: Mengungkap Misteri Tsunami Selat Sunda

Oleh Widji Ananta
SHARE   :

Pantau Sorot: Mengungkap Misteri Tsunami Selat Sunda

Pantau.com - Hingga Selasa (25/12/2018), 429 orang dinyatakan meninggal akibat tsunami Selat Sunda yang menerjang Banteng-Lampung, Sabtu (22 Desember 2018) lalu.  

Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) juga mencatat hingga hari ketiga pasca tsunami Selat Sunda, sebanyak 1.485 orang luka-luka, 154 hilang dan 16.082 orang mengungsi akibat tsunami pada Sabtu (22/12) malam tersebut.

Tsunami tersebut berdampak pada lima kabupaten, yaitu Pandeglang dan Serang di Provinsi Banten, serta Kabupaten Lampung Selatan, Pesawaran dan Tanggamus di Provinsi Lampung.

Namun, penyebab dari tsunami itu sendiri masih menjadi hal yang banyak dikaji. Tsunami itu seakan datang tanpa adanya pertanda apapun, waluapun erupsi Gunung Anak Krakatau bisa dibilang menjadi alasan pemicu logis terdekat.

Baca juga: BNPB: Korban Tewas Tsunami Selat Sunda Menjadi 429 Orang

Berdasarkan informasi dari berbagai sumber dan analisis Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), ada analisis awal, yaitu sebelum kejadian tsunami, letusan Gunung Anak Krakatau terjadi secara terus menerus sejak Juni 2018 dan berfluktuasi, namun tidak ada peningkatan intensitas yang signifikan.

Tsunami yang terjadi pada 22 Desember 2018 kemungkinan besar dipicu oleh longsoran atau jatuhnya sebagian tubuh dan material Gunung Anak Krakatau atau "flank collapse", khususnya di sektor selatan dan barat daya. Masih diperlukan data tambahan dan analisis lebih lanjut untuk mengetahui apakah ada faktor lain yang berperan.

Berdasarkan katalog tsunami yang ditulis S.L. Soloviev dan Ch.N. Go pada tahun 1974, Wilayah Selat Sunda beberapa kali dilanda tsunami yang dipicu oleh gempa bumi (tahun 1722, 1852, dan 1958), erupsi atau aktivitas Gunung Krakatau (tahun 416, 1883, dan 1928), serta penyebab lain yang belum diketahui (tahun 1851, 1883 dan 1889).

Penulis :
Widji Ananta