
Pantau.com - Satu gambar mengenai seorang lelaki dan putrinya, yang masih kecil, yang tenggelam hingga tewas di perbatasan AS-Mexico, melambangkan kegagalan untuk menangani keputus-asaan, kata badan pengungsi PBB.
"UNHCR (Komisariat Tinggi PBB Urusan Pengungsi) sangat terkejut melihat foto yang menyayat hati mengenai mayat Oscar Alberto Martines Ramirez dan putrinya, yang berusia 23 bulan, Valeria, dari El-Salvador yang hanyut ke pantai Rio Grande," katanya di dalam satu pernyataan, Rabu, 26 Juni 2019.
Gambar tersebut, yang disiarkan luas di media sosial, memperlihatkan wajah kedua orang itu menghadap ke bawah di alang-alang di tepi sungai. Ia kelihatanya merobek kausnya untuk membuat gendongan bayi sementara, dan kepala mereka saling bertempelan. Celana anak perempuan itu melembung gara-gara popok bayi.
Baca juga: Dua Remaja Honduras Ditemukan Tewas di Perbatasan Amerika-Meksiko
Jasad tubuh migran asal El Salvador, Oscar Alberto Martinez Ramirez dan putrinya Valeria, terlihat di Sungai Rio Bravo di Matamoros, negara bagian Tamaulipas, Meksiko, 24 Juni. (Foto: Reuters)
Komsaris Tinggi PBB Urusan Pengungsi Filippo Grandi mengatakan, mereka menyambung nyawa sebab mereka tak memperoleh perlindungan yang mestinya diterima berdasarkan hukum internasional.
"Kematian Oscar dan Valeria merupakan kegagalan untuk menangani kerusuhan dan kekecewaan yang mendorong orang melakukan perjalanan menempuh bahaya untuk memperoleh kehidupan yang aman dan bermartabat," kata Grandi di dalam satu pernyataan, sebagaimana dikutip Reuters.
UNHCR membandingkannya dengan gambar yang menjadi ikon mengenai bayi pengungsi Suriah, Alan Kurdi, yang hanyut ke pantai Laut Tengah pada 2015.
Alan Kurdi adalah bagian dari gelombang pengungsi Suriah yang membuat panik di Eropa, sehingga Turki secara efektif menutup jalur pengungsi melalui Yunani atas permintaan Uni Eropa.
Baca juga: Atasi Migran, AS Akan Investasi Rp80 Triliun untuk Amerika Tengah dan Meksiko
Migran asal Amerika Tengah saat menyebrangi Sungai Rio Bravo untuk masuk secara ilegal ke Amerika Serikat, dengan tujuan menyerahkan diri untuk meminta suaka di El Paso, Texas, Amerika Serikat, 11 Juni. (Foto: Reuters/Jose Luis Gonzalez)
Sejak itu, banyak negara telah memasang penghalang buat migran dan sebagian, seperti Uni Eropa serta Amerika Serikat, telah menekan negara tetangga mereka agar mengurangi jumlah orang yang berusaha melakukan perjalanan.
Presiden AS Donald Trump mengancam Mexico dengan taris perdagangan sampai negara tersebut setuju membantu mengurangi jumlah migran, dan lonjakan yang telah memenuhi instalasi perbatasan AS, sementara pengacara imigrasi mengatakan anak-anak ditahan selama berpekan-pekan tanpa kesehatan atau makanan yang memadai.
Lembaga US Customs and Border Protection pada Selasa, 25 Juni, mengatakan penjabat komisarisnya mundur, sementara Gedung Putih mensahkan paket dana USD4,5 miliar untuk program penampungan, pemberian makan dan pengawasan keluarga Amerika Tengah yang meminta suaka.
Banyak ahli mengenai migran mengatakan diperketatnya pengawasan malah menyulut migrasi gelap dan membuat mereka mencari jalur baru.
- Penulis :
- Noor Pratiwi