Pantau Flash
HOME  ⁄  Ekonomi

Tak Hanya Barang Impor, Ini yang Terjadi Jika Mata Uang Anjlok Terus

Oleh Nani Suherni
SHARE   :

Tak Hanya Barang Impor, Ini yang Terjadi Jika Mata Uang Anjlok Terus

Pantau.com - Saat ini beberapa warga negara di belahan dunia sedang mengkhawatirkan efek pelemahan mata uang negara terhadap dolar Amerika Serikat.

Pertama, mata uang Turki, Lira terhadap dolar anjlok. Lira yang semula berada di angka 3,78 Lira per satu dolar Amerika Serikat merosot menjadi 6,67 Lira per dolar Amerika Serikat.

Kemudian, rupiah dalam satu minggu terakhir ini selalu menyentuh angka Rp14.600 an. Hal ini juga sudah menjadi perhatian pemerintah pusat. Selanjutnya mata uang Peso Argentina, yang juga mengalami pelemahan 2,4 persen ke posisi terendah sepanjang sejarah yaitu US$1 setara dengan 29,93 peso (Rp14,576.54).

Melihat fenomena itu, tidak hanya masalah harga barang-barang impor yang akan naik, tetapi sejumlah masalah ini juga akan terjadi selama mata uang negara terus anjlok. Berikut beberapa masalah yang akan terjadi jika mata uang terus melemah.

Baca juga: Apakah Cadangan Devisa Negara Mampu Tahan Modal Keluar?

1. Investor mengalihkan dananya

Ada sejumlah parameter yang dipakai investor sebelum memutuskan berinvestasi. Salah satunya adalah nilai tukar atau kurs.

Melihat nilai tukar mata uang suatu negara melemah, investor jadi ragu buat berinvestasi. Hal ini sudah terlihat di Turki, dimana banyak investor yang akhirnya hengkang dari Turki.

2. Suku bunga acuan naik

Beberapa waktu lalu, Bank Indonesia telah meningkatkan suku bunga acuan sebanyak 5,5 persen. Hal ini juga dilakukan oleh Bank Sentral Argentina yang menaikkan suku bunga acuannya menjadi 45 persen dari 40 persen.

Baca juga: Total Utang Pemerintah RI Hingga Juli 2018 Sebesar Rp4.253 Triliun

3. Gerus cadangan devisa

Di Indonesia, cadangan devisa menurut data BI, memang terus menunjukkan penurunan sejak awal Januari 2018. Di akhir Januari 2018, cadangan devisa sebesar 131,9 miliar dolar AS dan menurun menjadi 118,3 miliar dolar AS di akhir Juli 2018.

Sebagian cadangan devisa tersebut digunakan untuk intervensi pasar saat nilai tukar rupiah tertekan. Sejak awal tahun hingga Agustus 2018 ini rupiah sudah terdepresiasi 7,04 persen.

4. Beban utang bertambah

Saat ini, Kementerian Keuangan mencatat posisi utang pemerintah hingga 31 Juli 2018 sebesar Rp4.253,02 triliun atau tumbuh 12,51 persen secara year on year. Jumlah tersebut mencapai 29,74 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). Cukup jauh dari ambang batas utang sebesar 60 persen PDB.

Utang berasal dari pinjaman sebesar Rp785,49 triliun dan penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) sebesar Rp3.467,5 triliun.

Penulis :
Nani Suherni