
Pantau.com - Genderang perang dagang telah dibunyikan oleh Amerika Serikat dan China. Namun, rupanya peperangan ini berlanjut ke perang mata uang.
Rupanya perang mata uang ini berawal dari krisis global di tahun 2007-2008 yang ditandai dengan jatuhnya Lehman Brothers, (bank investasi terbesar keempat di Amerika Serikat) juga diikuti lembaga keuangan lainnya.
Kebangkrutan itu membuat Amerika Serikat (AS) resesi. Negeri adidaya tersebut perlu melakukan solusi untuk tetap membuat perekonomiannya tumbuh dengan menurunkan tingkat suku bunga acuan hingga nol persen.
Baca juga: Tak Hanya Perang Dagang, Perang Lain Juga akan Bahayakan Rupiah
Namun faktanya perekonomian AS masih stagnan saat itu. AS kembali mencoba cara lain yaitu dengan menggelontorkan dolar AS ke pasar melalui cetak uang besar-besaran yang biasa dikenal dengan istilah Quantitative Easing (QE).
Rupanya hal senada juga dilakukan Jepang yang sengaja mencetak uang besar-besaran untuk melemahkan yen. Begitu juga dengan Eropa yang juga membuat kebijakan Quantitative Easing (QE) untuk menumbuhkan perekonomiannya.
Baca juga: Survei: Bukan Tentara, Profesi Ini Justru Jadi Pekerjaan Paling Berbahaya
Dalam hal ini, posisi di mana semua negara berlomba-lomba melemahkan mata uangnya, hal itulah yang disebut perang mata uang. Kondisi di mana mata uang menjadi murah untuk meningkatkan daya saing ekspor. Harapannya tentu agar barang-barang mereka laku di pasar global.
- Penulis :
- Nani Suherni