Pantau Flash
HOME  ⁄  Ekonomi

Luhut (Masih) Santai Tanggapi Anjloknya Rupiah Hingga Rp15.000 per Dolar AS

Oleh Nani Suherni
SHARE   :

Luhut (Masih) Santai Tanggapi Anjloknya Rupiah Hingga Rp15.000 per Dolar AS

Pantau.com - Nilai tukar Rupiah terhadap Dolar Amerika Serikat (AS) kembali mengalami pelemahan hingga menembus level, yakni mencapai Rp15.000 per Dolar.

Terkait hal tersebut, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan menilai tak masalah, sebab kenaikkan terjadi perlahan tidak secara tiba-tiba. Selain itu kata dia, tidak bisa dilihat dari satu sisi.

"Gak apa-apa kan dolar Rp15.000 kan dia naiknya perlahan tapi kita harus liat kan utuh, gak boleh yang satu itu," ujarnya.

Baca juga: Tahan Dulu untuk Beli, Harga Emas Antam Meroket Rp8.000 per Gram

Lebih lanjut ia menilai, mungkin kenaikkan tersebut merupakan nilai rupiah yang sebenarnya. Menurutnya tak masalah sebab beberapa indikator ekonomi makro masih tetap terjaga.

"Mungkin sekarang real value daripada rupiah, mungkin real value kan naik, orang bilang dulu Rp13.000, apa Rp10.000, (waktu) psikologis Rp13.000 tidak apa-apa, juga (waktu) Rp15.000 gak apa-apa juga," katanya.

"Ekonomi kita jalan gak? Inflasi kita bagus gak? Yaudah kalau inflasi kita ikut jelek kita perlu khawatir. Terus pertumbuhan kredit kita naik lebih baik yah," imbuhnya.

Baca juga: Rupiah Tembus Rp15.000 per Dolar AS, BI: Tekanannya Cukup Besar

Sehingga, menurutnya tak perlu ribut sebab kata dia pelambatan ekonomi bukan hanya terjadi di Indonesia namun di seluruh dunia. Hal ini kata dia, disebabkan oleh kebijakan ekonomi Amerika Serikat yang membuat dana lari ke AS.

"Saya lihat nggak masalah, kita aja ribut-ribut jadi masalah. Kan tanda-tandan perlu kita lihat orang datang ke kita tadi baru World Bank, ke saya mereka comfortable gimana? Pengsuaha juga gak apa-apa," katanya.

"Jadi seluruh dunia memang agak lambat karena dunia lari ke AS gara-gara policy Amerika dilihat naik ya mereka liat lebih enak investasi di AS jadi terjadilah depresiasi itu," imbuhnya.

Lebih lanjut kata dia, yang perlu diwaspadai yakni harga minyak. Sebab jika kenaikkan mencapai USD 80-90 dollar perbarel akan membebani pembiayaan.

"Yang perlu kita wasapadai harga minyak ini kalau naik USD 80-90 Dolar itu apa yang harus kita lakukan. Ya lihat saja sekarang sedang kami hitung dengan cermat," pungkasnya.

Penulis :
Nani Suherni