Pantau Flash
HOME  ⁄  Ekonomi

Bamsoet Dukung Penuh Pembentukan Konsorsium untuk KEK Sorong

Oleh Aditya Andreas
SHARE   :

Bamsoet Dukung Penuh Pembentukan Konsorsium untuk KEK Sorong
Foto: Penandatanganan konsorsium Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Sorong di Papua Barat. (foto: dok. MPR RI)

Pantau - Ketua MPR RI Bambang Soesatyo (Bamsoet) menyatakan dukungannya terhadap pembentukan konsorsium PT Sinagi Olom Fagu dalam pengelolaan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Sorong, Papua Barat. 

Konsorsium ini diinisiasi oleh tiga perusahaan pendiri, yaitu PT Malamoi Olom Wonok, PT Huahe Management Indonesia, dan PT Sino Consultan Investment Indonesia. 

Penandatanganan pembentukan konsorsium dilakukan oleh Anggota DPR RI Robert Kardinal di Sorong, Papua Barat, pada Selasa, 28 Mei 2024.

"Pembentukan konsorsium tiga perusahaan ini bertujuan membangun smelter nikel dan pabrik pembuatan baja di KEK Sorong. Groundbreaking pembangunan smelter nikel dan pabrik baja direncanakan pada bulan Juni tahun ini dan akan menjadi smelter nikel pertama di Papua," ujar Bamsoet di Jakarta, Rabu (29/5/2024).

Bamsoet menegaskan, konsorsium tersebut memiliki tugas penting untuk menarik investor nasional dan asing ke KEK Sorong. 

Saat ini, sudah ada dua perusahaan asing asal China yang berencana melakukan investasi di KEK Sorong.

“Dua investor China yang akan masuk ke KEK Sorong adalah PT Sheng Wei New Energy Technology dan Beijing Jianlong Heavy Industry Group. Nilai investasi yang ditanamkan mencapai Rp75 triliun,” ungkapnya.

Ia mengemukakan, PT Sheng Wei New Energy Technology akan membangun smelter nikel. Sementara itu, Beijing Jianlong Heavy Industry Group akan membangun pabrik pembuatan baja.

Bamsoet menyebut, pembangunan pabrik smelter nikel memerlukan lahan seluas 1000 hektar, dari total 500 hektar lahan yang sudah siap di kawasan KEK Sorong. 

“Smelter nikel ini, nantinya akan menggunakan teknologi pengolahan nikel oksigen enriched side blow furnace yang ramah lingkungan,” bebernya.

Ia berharap, smelter nikel dan pabrik pembuatan baja ini akan memberikan efek berantai yang besar bagi masyarakat Papua. 

Setidaknya, diperkirakan sekitar 3.000 pekerja akan dibutuhkan untuk mengoperasionalkan smelter nikel dan pabrik baja. 

"Rekrutmen pekerja di smelter dan pabrik baja ini harus memprioritaskan orang asli Papua," pungkasnya.

Penulis :
Aditya Andreas