
Pantau - Wakil Ketua DPR RI, Rachmat Gobel, mengungkapkan keprihatinannya terkait jatuhnya sejumlah industri dalam negeri dan meningkatnya pemutusan hubungan kerja (PHK) secara masif.
Ia menilai, kondisi ini mengindikasikan adanya masalah serius dalam pengelolaan ekonomi nasional.
"Terutama karena kurangnya empati dari sebagian pengambil kebijakan di pemerintahan. Pancasila dan NKRI hanya menjadi slogan, tanpa diimplementasikan dalam tindakan nyata," ujar Gobel pada Senin (24/6/2024).
Pernyataan ini disampaikan Gobel merespons perselisihan antara Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani dan Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita. Selain itu, ia juga menyoroti seringnya perubahan peraturan di Kementerian Perdagangan.
PHK massal yang terjadi di industri tekstil menjadi salah satu contoh krisis ini. Sebelumnya, industri garmen juga mengalami penurunan akibat banjirnya impor pakaian jadi dan pakaian bekas.
Menkeu Sri Mulyani menyebut bahwa banjir tekstil di Indonesia terjadi karena oversupply dari luar negeri dan praktik dumping, terutama dari China.
Pernyataan ini ditanggapi oleh Menperin Agus Gumiwang yang mengkritisi inkonsistensi antara pernyataan dan tindakan di Kementerian Keuangan.
Indonesia sebenarnya memiliki regulasi untuk menghadapi praktik dumping, yaitu Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP) dan Bea Masuk Anti-Dumping (BMAD).
Namun, masa berlaku regulasi ini sudah berakhir sejak 2022 dan belum diperpanjang oleh Menkeu, meskipun Menperin sudah mengajukan permohonan perpanjangan.
Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) dan Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filamen Indonesia (APSyFI) telah tiga kali mengirim surat kepada Kemenkeu untuk meminta audiensi, namun belum mendapat tanggapan. Tahun 2024 ini saja, diperkirakan sekitar 13.800 orang telah terkena PHK.
“Sebetulnya pemerintah itu memegang amanat rakyat sendiri atau amanat rakyat negara lain?” pungkas Gobel.
- Penulis :
- Aditya Andreas