Pantau Flash
HOME  ⁄  Ekonomi

Kenaikan PPN 12 Persen Dikritisi, CELIOS dan YLBHI Desak Evaluasi Kebijakan Fiskal

Oleh Ahmad Ryansyah
SHARE   :

Kenaikan PPN 12 Persen Dikritisi, CELIOS dan YLBHI Desak Evaluasi Kebijakan Fiskal
Foto: Direktur Fiscal Justice CELIOS Media Wahyudi Askar (kiri) dan Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Muhammad Isnur (kanan) dalam konferensi pers di Jakarta, Jumat (29/11/2024) (ANTARA/Bayu Saputra)

Pantau - Kebijakan pemerintah menaikkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11 persen menjadi 12 persen menuai kritik tajam. Center of Economic and Law Studies (CELIOS) memperingatkan potensi dampak negatif kebijakan tersebut terhadap daya beli masyarakat dan pertumbuhan ekonomi nasional.

“Hasil studi kami menunjukkan bahwa kenaikan PPN ini dapat mengurangi konsumsi rumah tangga hingga Rp40,68 triliun dan menurunkan PDB sebesar Rp65,3 triliun,” ujar Direktur Fiscal Justice CELIOS, Media Wahyudi Askar, dalam konferensi pers di Jakarta, Jumat (29/11/2024).

Menurut CELIOS, kenaikan tarif ini akan berdampak signifikan pada pengeluaran masyarakat, terutama kelompok rentan. Misalnya, pengeluaran bulanan kelompok miskin diperkirakan naik Rp101.880, sementara kelas menengah menghadapi tambahan pengeluaran hingga Rp354.293.

Baca Juga:
Berdampak ke Dunia Usaha dan Masyarakat, Kadin Suarakan PPN 12 Persen Ditunda
 

Dampak Sosial-Ekonomi yang Mengkhawatirkan

Media menyoroti potensi penurunan kelas sosial akibat kebijakan ini. “Kenaikan ini tidak hanya mengancam daya beli, tetapi juga memperburuk fenomena penurunan dari kelas menengah ke rentan miskin,” katanya.

CELIOS mengusulkan agar pemerintah mencari alternatif sumber pendapatan negara yang lebih berkeadilan, seperti pajak kekayaan, pajak windfall profit, dan pajak karbon.

Ketua YLBHI, Muhammad Isnur, turut menyoroti dampak luas kebijakan ini, termasuk pada pendidikan, lingkungan, dan demokrasi. Ia juga menilai kebijakan tersebut bertentangan dengan mandat konstitusi untuk menyejahterakan rakyat.

“Kebijakan ini menambah beban pengeluaran masyarakat hingga Rp1,75 juta per tahun, yang jelas tidak sejalan dengan hak konstitusional rakyat untuk hidup sejahtera,” ujar Isnur.

Desakan untuk Revisi dan Kebijakan Alternatif

CELIOS dan YLBHI mendesak pemerintah serta DPR RI untuk segera mengevaluasi kebijakan ini. Beberapa rekomendasi yang diajukan meliputi:

  1. Membatalkan kenaikan PPN 12 persen sebelum 1 Januari 2025.
  2. Merevisi UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) yang menjadi dasar kebijakan ini.
  3. Meningkatkan partisipasi publik dalam pembahasan kebijakan fiskal agar lebih transparan.
  4. Menerapkan kebijakan perpajakan berkeadilan, seperti pajak kekayaan, pajak karbon, dan windfall profit dari komoditas ekstraktif.
  5. Mengatasi kebocoran pajak di sektor sawit dan transaksi lintas negara perusahaan digital.
  6. Meninjau proyek strategis nasional (PSN) yang dianggap belum memberikan nilai tambah signifikan.

Selain itu, CELIOS juga mendorong pemerintah untuk memperluas basis pajak melalui insentif bagi sektor informal yang ingin menjadi formal, seperti menurunkan tarif PPh UMKM menjadi 0,1–0,2 persen.

Kritik terhadap Pengelolaan Anggaran

Dalam kesempatan yang sama, YLBHI menyoroti alokasi anggaran besar untuk kementerian dan lembaga, termasuk kepolisian, yang dinilai perlu dievaluasi demi efisiensi.

Langkah-langkah ini, menurut CELIOS dan YLBHI, penting untuk memastikan kebijakan fiskal yang lebih adil, efisien, dan berpihak pada kesejahteraan rakyat tanpa membebani ekonomi rumah tangga.

Penulis :
Ahmad Ryansyah