
Pantau - Kepala Ekonom Trimegah Sekuritas Indonesia, Fakhrul Fulvian, menyebut rencana Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa untuk meninjau ulang tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebagai langkah berani yang dapat menjadi katalis penting bagi pemulihan daya beli dan sektor riil di masa pemerintahan Presiden Prabowo.
Fakhrul menilai bahwa kebijakan tersebut berpotensi memecah kebuntuan pertumbuhan ekonomi yang telah berlangsung selama dua tahun terakhir.
Dampak Ganda: Dorong Konsumsi dan Formalisasi Usaha
Menurut Fakhrul, penyesuaian tarif PPN sebelumnya telah memengaruhi pola konsumsi rumah tangga, yang tercermin dari penurunan porsi tabungan dan dana pihak ketiga di sektor rumah tangga.
"Sejak penyesuaian PPN dilakukan beberapa waktu lalu, terjadi pergeseran pola konsumsi rumah tangga. Porsi tabungan dan dana pihak ketiga yang dimiliki sektor rumah tangga terus menurun, menandakan tekanan pada kemampuan konsumsi masyarakat," ungkapnya.
Penurunan tarif PPN, lanjut Fakhrul, akan memberikan efek ganda.
Pertama, kebijakan ini akan menggairahkan sektor riil dan konsumsi rumah tangga.
Penurunan harga barang dan jasa akibat turunnya PPN akan meningkatkan daya beli masyarakat serta menggerakkan permintaan domestik.
Efek ini diperkirakan terasa luas, khususnya di sektor padat karya seperti makanan-minuman, ritel, pariwisata, dan logistik.
Kedua, penurunan PPN dapat mendorong pelaku usaha informal untuk masuk ke ekosistem formal.
"Ini bukan hanya soal tarif yang lebih rendah, tetapi juga soal insentif bagi pelaku usaha kecil untuk masuk ke ekosistem formal dan mendapat akses pembiayaan yang lebih besar," jelas Fakhrul.
Jaga Keberlanjutan Fiskal dan Perluas Basis Pajak
Fakhrul menegaskan bahwa penurunan tarif PPN tidak otomatis akan mengurangi penerimaan negara.
Dalam jangka menengah, perluasan basis pajak dan peningkatan kepatuhan fiskal justru dapat memperkuat pendapatan negara.
Publik dinilai akan lebih patuh terhadap kebijakan fiskal yang adil dan berpihak pada rakyat serta sektor produktif.
Ia menyarankan dua langkah penting yang harus dilakukan pemerintah bersamaan dengan penurunan tarif PPN.
Pertama, memformalkan kembali sektor-sektor yang mengalami peningkatan ilegalitas, seperti rokok tanpa pita cukai dan perdagangan lintas batas yang masih menggunakan praktik miss-invoicing.
Kedua, membangun sistem perpajakan dan kepabeanan yang adil dan transparan dengan pendekatan compliance by design.
"Upaya meningkatkan penerimaan negara tidak harus melalui tarif yang tinggi, tetapi melalui sistem yang adil dan dipercaya. Bila ekonomi formal tumbuh, penerimaan pajak justru meningkat dengan sendirinya," tegasnya.
Dengan kombinasi kebijakan yang tepat, Fakhrul memperkirakan ekonomi Indonesia dapat tumbuh di atas 5,3 persen pada tahun 2026.
"Ini momentum bagi pemerintah untuk mengembalikan optimisme ekonomi domestik. Kita tidak bisa menunggu kredit atau investasi tumbuh dengan sendirinya. Kita perlu menghidupkan kembali konsumsi sebagai fondasi utama. Penurunan PPN adalah langkah berani untuk itu," pungkasnya.
- Penulis :
- Aditya Yohan
- Editor :
- Tria Dianti