Pantau Flash
HOME  ⁄  Ekonomi

BI Buka Suara Perihal QRIS Kena PPN 12 Persen

Oleh Wulandari Pramesti
SHARE   :

BI Buka Suara Perihal QRIS Kena PPN 12 Persen
Foto: BI Buka Suara Perihal QRIS Kena PPN 12 Persen (dok. BI)

Pantau - Beredar isu di masyarakat bahwa transaksi uang elektronik menjadi objek pajak yang dikenakan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) 12 persen mulai 1 Januari 2025. Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) pun memberikan klarifikasi. 

“Perlu kami tegaskan bahwa pengenaan PPN atas jasa layanan uang elektronik sudah dilakukan sejak berlakunya UU PPN Nomor 8 Tahun 1983 yang berlaku sejak 1 Juli 1984, artinya bukan objek pajak baru,” kata Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Mayarakat DJP Dwi Astuti.

UU PPN telah diperbarui dalam UU Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). Dalam UU HPP, layanan uang elektronik tidak termasuk objek yang dibebaskan dari PPN. Artinya, ketika PPN naik menjadi 12 persen nanti, tarif tersebut juga berlaku untuk transaksi uang elektronik.

Baca juga: PPN 12% Berlaku di Januari 2025, Puan Rasakan Kekhawatiran

Disisi lain, Bank Indonesia (BI) buka suara terkait rencana kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen yang juga dikenakan terhadap transaksi uang elektronik.

Kepala Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran BI, Dicky Kartikoyono, menilai dampak kenaikan tarif PPN terhadap sistem pembayaran elektronik, termasuk QRIS, harus dilihat secara holistik.

Dicky tidak menjelaskan dengan tegas apakah transaksi QRIS terkena tarif PPN atau tidak. Dia hanya menyebutkan, pihak BI akan berkoordinasi lebih lanjut dengan pemerintah terkait implementasi PPN 12 persen.

Baca juga: PPN Naik Jadi 12 Persen, Pemerintah Diminta Perbaiki Tata Kelola Pajak

"Kita melihatnya harus secara holistik gitu ya. Kami nanti koordinasi dulu. Masih ada waktu bagaimana mekanisme, bagaimana kemudian pemahaman terhadap transaksi," jelasnya.

Pasalnya, kata Dicky, kebijakan PPN 12 persen ini pun belum berjalan, sehingga dia belum bisa menjelaskan seberapa besar dampaknya kepada transaksi uang elektronik.

"Rasanya bukan porsi saya menjawab, karena itu dampaknya makro. Apa semua? kan harus dilihatnya holistik," pungkasnya.

Pemerintah berencana menetapkan tarif PPN 12 persen mulai 1 Januari 2025, sesuai dengan amanat UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). Jasa keuangan pada dasarnya merupakan salah satu sektor yang tidak dikenakan PPN.

Baca juga: AHY Pastikan Harga Tiket Transportasi Umum Turun Pasca Kenaikan PPN

Penulis :
Wulandari Pramesti